Duduk Paling Depan: Belajar Jadi Ibu
Tambah Anak

Tambah Anak

image source : freepik


Saya pikir dulu pertanyaan tentang kehidupan pribadi kita akan berhenti kalau kita menikah. Soalnya dulu pas jomlo kan ditanyain mulu "kapan nikah?". Ternyata setelah menikah dan punya anak juga pertanyaannya masih ada.


Cuma Basa-Basi


"Ayooo, kapan tambah anak?"

"Udah cocok tuh anaknya punya adek"

Yah namanya orang kita suka berbasa-basi perkara anak. Kalau anaknya cowok semua dibilangin tambah lagi untuk dapat anak cewek, begitu pula sebaliknya.

Sebenarnya nggak masalah sih, nggak semua orang bisa cari topik pembicaraan yang anti mainstream kayak "Eh, tahu nggak ya kapan hukum pertama Newton dapat berlaku pada gerak benda?".

Hanya saja memang ada beberapa oknum yang kadang omongannya nyelekit. Misalnya yang pernah saya dapat itu kayak gini "Nunda nambah anak nanti malah beneran nggak dikasih baru tahu rasa". Oh wow banget ya kan.

Terus apakah omongan itu datang dari keluarga? Sahabat? Tentu tidak. Tapi dari orang yang sekedar kenal aja.

Begitulah ya. Kadang saya ngerasa lucu sendiri. Soalnya ortu, mertua, saudara saya nggak ada yang riweh dengan kehidupan pribadi saya padahal kalau mereka mau ya tentu bisa aja apalagi memang termasuk circle terdekat. 

Tanggung Jawab Punya Anak


image source : freepik


Keputusan punya anak itu bukan kayak kita memutuskan untuk beli barang, yang mana kalau ternyata dikemudian hari kita menyesal beli barang tersebut, bisa kita jual lagi atau kita kasihin ke orang lain. 

Punya anak, sekali dia lahir ke dunia kita akan mengemban tanggung jawab terhadap anak tersebut baik secara lahir maupun batin seumur hidup kita. Tanggung jawabnya bukan cuma di dunia tapi nanti sampai hari akhir. 

Berat banget, kan? Makanya harus dipertimbangkan sematang mungkin. 

Dulu sebelum menikah saya juga kepengen punya anak banyak, seru kayaknya rame-rame di rumah. Tapi setelah punya satu, wkwkwkw nanti dulu. 

Apalagi kondisi setiap keluarga itu berbeda. Punya anak itu sebaiknya punya support system juga. Bukan hanya dari suami tapi juga dari anggota keluarga yang lain, atau asisten yang dipekerjakan.

Nah, saya ini posisinya ikut suami, dan saya juga bekerja di sini. Kami nggak ada anggota keluarga lain di sini. Dulu pernah pakai pengasuh anak, sampai sekarang anak dititipkan di daycare yang satu yayasan dengan PAUD/TK. 

Saya ngerasain banget strugglenya pas anak sakit, tapi kami harus tetap bekerja yang mana akhirnya harus mengalah, salah satu izin nggak masuk. 

Pernah juga misalnya ada acara di kantor yang mana pulangnya sore banget, anak saya harus menunggu di daycare sampai ketiduran. Tinggal dia sama guru pengasuhnya, anak-anak lain sudah pulang. Aduh, perasaan sedih langsung menjalar di dalam hati saya pas ngejemput dia. 

Kalau sekolah dan tempat penitipannya libur, saya dan suami tetap masuk kerja. Jadi kami harus cari pengasuh sementara di rumah. Kami baru bisa liburan dengan cara saya dan suami harus ambil cuti atau nunggu libur lebaran. 

"Me time" dan "quality time" bersama pasangan juga jarang, nunggu saya berkunjung ke tempat orang tua jadi ada yang jagain anak. Karena memang hari-hari saya adalah bekerja, terus pulang langsung jemput anak, dan sisanya kami di rumah sama-sama. 

Sebagai manusia biasa, apalagi kalau pas ngerasa overwhelmed karena kerjaan dan urusan rumah itu saya jadi gampang emosian. Imbasnya ke suami atau anak. Setelahnya saya pasti nyesal dan sedih.

Semua struggle itu saya dan suami yang merasakan, yang menjalani. Jadi keputusan untuk menambah anak adalah keputusan kami. Saya nggak mau hal itu diintervensi oleh siapapun dari anggota keluarga apalagi dari orang lain. 

Pertimbangan Keputusan Punya Anak


Bersyukur lagi suami saya orang yang open minded dan mau diajak diskusi soal apapun termasuk perkara jumlah anak. 

Kalau ngomongin kesiapan pengasuhan dia juga merasa belum siap. Karena memang suami saya turut andil dalam pengasuhan anak, jadi dia juga tahu bagaimana suka dukanya.

Tapi untuk urusan kesiapan fisik, dia menyerahkan sepenuhnya kepada saya. Karena sayalah yang merasakan hamil dengan segala mual, sakit, penambahan berat badan, dan sebagainya. Saya juga yang berjuang hidup mati saat melahirkan, saya pula yang akan merasakan perjuangan menyusui dua tahun lebih. 

Saya happy banget dengarnya, karena it means he cares about me and my body. Meski saya istrinya, tapi untuk hak atas tubuh ini masih dia berikan kepada saya. 

Saya sudah ngerasain hamil jauh dari keluarga, sakitnya diinduksi dan ternyata gagal jadi lahirannya caesar, pas menyusui sempat kena mastitis pula. Sakit-sakit itu rasanya belum saya lupa. 

image source: freepik/pikisuperstar



"Ah tapi banyak kok perempuan lain yang juga lahiran caesar, dijahit berkali-kali, menyusui tiap tahun,  tapi berani punya anak sampai tiga bahkan empat"

Ya, biarkan saja. Itu perempuan lain, bukan saya. Saya dan mereka kan nggak harus sama keputusan hidupnya tentang anak.

Kalau ada orang lain punya anak banyak dan itu keinginannya, ya Alhamdulillah. Saya nggak akan komen macam-macam toh saya juga nggak ikut andil ngurusin dan bayarin sekolahnya.

Harusnya begitu pula sebaliknya untuk orang yang kemudian belum siap punya anak atau nambah anak. 

Saya juga sering nanyain ke anak saya, dia mau punya adik atau nggak? Dari dua tahun lalu sampai sekarang jawabannya masih konsisten "nggak mau". Malah kalau digodain terus dia bisa nangis kejer.

Karena memang kondisi saya adalah ibu yang bekerja dan nggak bisa resign begitu aja, jadi saya juga mau mencurahkan kasih sayang sebanyak-banyaknya sama anak. Sekalipun saya bekerja, saya mau dia tetap bisa ngerasain kalau mamanya perhatian dan sayang banget sama dia tentu dengan cara saya sendiri. 

Bagi saya pendapat anak pertama juga penting. Apalagi dia laki-laki, saya mau melatih dia untuk belajar memilih keputusan dalam hidupnya dengan cara mendengarkan dan menerima pendapatnya sekalipun masih kecil. 

Sampai nanti kalau dia ada omongan "Ma, aku mau punya adik" nah itu juga akan saya tanya alasannya apa, lalu diajak diskusi apakah dia nanti mau berbagi? Berbagi waktu, perhatian orang tua, berbagi mainan, tempat tidur dan segalanya yang kami punya? 

Takdir Tentang Anak


Selain soal keinginan, ada yang namanya takdir. Itu yang nggak bisa kita lawan. Saya menulis tulisan ini hari ini, entah ternyata bulan depan saya hamil, kan nggak ada yang tahu. Karena memang saya juga sudah berhenti pakai kb implan karena nggak cocok.


Kalau sudah perkara takdir, tentu saya dan keluarga akan menerima dengan suka cita. Meski kami sudah punya rencana A,B,Z sekalipun tapi takdir Allah adalah yang terbaik. 

Sebaliknya bisa jadi suatu hari nanti saya sudah siap, suami siap, pak RT siap, anak saya mau punya adik, kami sudah berusaha, tapi ternyata belum Allah gariskan untuk diamanahi anak lagi. Ya sudah, harus diterima dan dijalani pula. 

Karena kita cuma manusia biasa yang menyerahkan skenario kehidupan di tangan sang Pencipta.

Yuk, Lebih Bijak


Inti dari tulisan ini adalah saya mengajak kita semua untuk belajar memilih kata yang mungkin lebih baik dan nggak menyakiti hati saat mengomentari perkara jumlah anak orang lain. Kita nggak tahu perjuangan apa yang mereka lalui saat memiliki dan mengasuh anak. Kondisi keluarga masing-masing juga berbeda. 

Apalagi sekarang marak kasus kriminal yang berawal dari gangguan kesehatan mental orang tua. Memang bisa jadi penyebabnya dari banyak hal, tapi salah satunya bisa jadi dari omongan orang sekitar yang menyakitkan. 

Semoga kita nggak jadi korban, apalagi jadi pelaku.

Mau berapapun jumlah anak kita, bagaimanapun kondisi kita menjalaninya, kitalah yang berhak menentukan jalan bahagia kita masing-masing.



Meski Hidup Tidak Mudah Tetaplah Bertahan

Meski Hidup Tidak Mudah Tetaplah Bertahan



Sekitar tahun 2009-2010, saya lupa kapan pastinya namun yang saya ingat persis waktu itu dari bilik warnet, saya yang berniat mencari music video dari girl group Kpop justru tertarik dengan sebuah video berita yang muncul di beranda. 

"Detik-Detik Ibu Menyiksa Bayinya yang Berumur 8 Bulan"

Asah Kreativitas Anak di Era Digital Dengan Faber-Castell Art Series

Asah Kreativitas Anak di Era Digital Dengan Faber-Castell Art Series

faber castell art series

Dulu ketika masih gadis saya bertekad kalau punya anak kelak nggak mau memberikan gadget minimal sampai masuk SD. Tapi ternyata ketika sudah punya anak, realita nggak seindah wacana.

Mengasuh anak bergantian dengan suami saja karena jauh dari kedua belah pihak keluarga, dan dengan status sama-sama bekerja, tentu saya menjadi kewalahan.

Saat kondisi badan terasa sehat mungkin akan bersabar menghadapi tingkah laku anak. Membujuknya dengan mainan, atau menggendong-gendong dan mengajak berjalan-jalan keluar.

Namun ketika badan sedang lelah, pikiran juga terasa penat, rasanya kesabaran cepat habis saat menghadapi anak yang rewel. Maka solusi cepatnya adalah dengan memberikannya tontonan di gadget. Anak jadi senang dan anteng. 

Pentingnya Mengatur Durasi Menggunakan Gadget Bagi Anak


Meski bukan tipe yang melarang penuh anak bermain atau menonton dari gawai, tapi tentu saya paham akan resiko positif dan negatifnya. 

Positifnya anak juga dapat belajar banyak dari konten edukasi anak yang sudah saya pilihkan, tanpa iklan. Negatifnya tentu anak bisa jadi kecanduan jika diberikan terlalu sering.

Untuk itu saya dan suami sepakat membuat aturan mengenai durasi anak bermain gadget. Kemudian kami juga berusaha mencarikan kegiatan yang menyenangkan dan kreatif untuk mendistraksi anak ketika mulai kecanduan ponsel pintar. 

Adaptasi Era digital Untuk Anak, Perlu Dibatasi Namun Jangan Dihindari


Seperti dua mata pisau, era digital yang sudah semakin serba canggih ini tentu bukan hanya memberikan dampak buruk. Namun juga banyak dampak baik yang bisa didapatkan.

Hanya saja tentu perlu pendampingan khusus dari orang tua kepada anak agar anak dapat tumbuh cerdas dan kreatif dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan banyak konten digital yang bermanfaat.

Hal tersebut selaras dengan acara dari Faber-Castell yang saya ikuti pada 28 September 2021 lalu. Dengan tema "Soft Skill Apa yang Dibutuhkan di Era Digital".

Cegah Gangguan Kesehatan Mental Pada Anak dengan Permainan yang Mengasah Kreativitas


Dalam webminar parenting yang diadakan Faber-Castell, saya mendapatkan insight dari ibu Yohana Theresia, M.Psi., Psikolog dari Yayasan Heart of People.id, yang menyatakan bahwa anak juga bisa terkena dampak psikis dari pandemi. 

Biasanya anak bebas riang bermain di luar rumah, atau di tempat-tempat wisata anak yang ramai, namun karena pandemi anak harus beraktifitas dari rumah saja.

Seperti orang dewasa yang bisa stres ketika ruang geraknya dibatasi, anak pun bisa merasakan hal yang sama. Gejala yang tampak bisa seperti anak yang terlihat murung, malas diajak bermain, kurang nafsu makan, atau sebaliknya bisa jadi terlalu aktif dan cenderung mencari-cari perhatian. 



Memang menonton konten digital menjadi hiburan paling praktis ketika kita nggak bisa kemana-mana. Namun jika terlalu sering dan lama, tentu akan menimbulkan masalah baru. 

Asah Kreativitas Anak Dengan Faber-Castell Creative Art Series 2



Mengajak anak bermain secara langsung, bukan dari layar saja, tentu akan membantu anak mengasah kreativitasnya serta meningkatkan bonding antara orang tua dan anak.

Senang sekali saya diberikan kesempatan untuk bermain bersama anak dengan Faber-Castell Creative Art Series 2, yaitu membuat "Glow in the Dark Clock".

Product Spv Faber-Castell International Indonesia, Harsyal Rosidi mengatakan bahwa Produk Creative Art Series ke-2 ini dikembangkan sesuai dengan melihat kondisi yang terjadi pada saat ini, dimana pandemik menyebabkan anak mengalami kebosanan, serta dengan produk ini diharapkan akan memberikan kesempatan bagi orang tua dan anak untuk bisa meluangkan waktu bersama.

Adapun Creative Art Series 2 terdiri atas 4 (empat) produk, yakni Basketball Arcade, Glow in the Dark Clock, Colour Your Own Drawstring Bag, Finger Printing Art Set yang melengkapi edisi sebelumnya Stone Deco Art, Origami Fashion Design, Colour Your Own Tote Bag, Air Jet Sport Car, Make Your Own Kite dan 3D Frame Art.

Langsung saja pada kesempatan yang sama, melalui webminar dari Faber-Castell, saya dan anak mengikuti tutorial pembuatan jam dinding yang bisa menyala dalam gelap. 

Jadi untuk alat dan bahannya sudah tersedia dalam satu paket Faber-Castell Art Series 2. Hal ini tentu memudahkan saya sebagai ibu bekerja yang nggak sempat jika harus membuat dan menyiapkana alat dan bahannya satu persatu.



Berikut langkah-langkah pembuatan "Glow in the Dark Clock":

  • Campurkan bubuk green glow bersama cat akrilik lalu aduk rata
  • Warnai jam dengan cat yang sudah dicampur tadi
  • Tunggu 20-30 menit hingga cat kering 
  • Kemudian lepaskan pola satu persatu, lalu tempelkan pada jam. Ikuti saja kertas petunjuk yang juga telah disediakan di dalam kotak paket Faber-Castell Art Series 2.
  • Terakhir pasang jarum jam, dan baterai. Jam sudah bisa dipajang di dinding.


Manfaat yang Dirasakan Bermain Bersama Faber-Castell Art Series 2 


Saya pribadi merasa senang karena bisa menjalin kehangatan bersama buah hati tercinta. Walau pun tentu ada repotnya ya karena anaknya kurang sabaran jadi lemnya belepotan, atau cat dan tempelannya kurang rapi.

Meski begitu saya menghargai setiap langkah dan menganggap itu adalah proses yang baik untuk mengasah kreativitas anak saya. 

Apa lagi ketika jamnya sudah jadi, anak saya senang sekali. Dia yang biasanya takut di ruang gelap sendirian, tapi jadi berani hanya karena ingin melihat jamnya menyala dalam gelap. 



Menurut saya memiliki paket Faber-Castell Art Series 2 ini merupakan pilihan cerdas bagi orang tua. Karena selain mengasah kreativitas anak, kita juga melatih anak kesabaran dan ketelitian hingga bisa mendapatkan rasa senang ketika prakaryanya selesai.

Setelah ini mungkin saya akan melirik dan membeli varian lainnya dari paket Faber-Castell Art Series 2 ini. Jika teman-teman juga tertarik untuk bermain bersama anak dengan paket ini, bisa klik berikut di bawah ini ya:



Oh ya, lebih asiknya lagi setiap kemasan Creative Art Series Faber-Castell juga disertai voucher untuk bisa mengikuti workshop yang diadakan secara daring oleh Faber-Castell. 

Ada cerita tentang permainan seru yang mengasah kreativitas bersama anak juga? Ceritakan di kolom komentar, ya.



Cara Menghangatkan Makanan Anak yang Benar Agar Nutrisi Tidak Hilang

Cara Menghangatkan Makanan Anak yang Benar Agar Nutrisi Tidak Hilang

 

menghangatkan makanan anak

Menghangatkan makanan anak memang cukup penting untuk dilakukan. Terlebih jika bayi atau anak kita tidak selera makan. Tentunya makanan-makanan yang ada akan selalu tersisa, daripada terbuang mendingan dipanaskan saja.

Selain itu, trik memanaskan masakan yang benar pasalnya mampu menjaga nutrisi pada makanan selalu terjaga. Oleh karena itu sangat penting bagi kita sebagai orang tua untuk selalu memperhatikan makanan yang akan dikonsumsi oleh anak.

Cara Menghangatkan Makanan Anak dengan Beberapa Metode

baby food


Ketika bayi sudah bisa dan mulai makan di saat usianya 6 bulan, maka kebanyakan orang tua terutama ibu untuk memberikan MPASI. MPASI sendiri merupakan makanan pendamping ASI yang bisa dimasak sendiri dari rumah.

Biasanya ketika akan memasak MPASI juga tidak dapat sesuai dengan porsi makanan anak, karena umumnya sedikit. Oleh karena itu jika masih ada sisa, sebaiknya jangan langsung dibuang begitu saja karena sangat sayang.

Di waktu selanjutnya juga untuk menghangatkan makanan juga tidak boleh dilakukan dengan cara sembarangan. Tujuannya supaya kualitas gizi dari makanan tersebut selalu terjaga. Lalu bagaimana cara yang tepat? Berikut penjelasannya!

Menggunakan Rice Cooker

Menghangatkan makanan anak yang pertama adalah dengan menggunakan rice cooker atau slow cooker. Pasalnya memanaskan makanan terutama MPASI dengan cara ini sudah tidak asing lagi di telinga.

Cara seperti ini dapat kita lakukan setelah tahapan memanaskan makanan menggunakan kompor maupun microwave. Ibu bisa mengatur slow cooker untuk memastikan bahwa suhu makanan berada pada 60 derajat celcius.

Sebelum kita memberikan kepada anak, sebaiknya periksa terlebih dahulu apakah sudah matang atau belum. Jika sudah matang atau panas secara merata maka dinginkan beberapa saat sampai kondisinya hangat.

Gunakan Microwave

Menghangatkan makanan anak dengan menggunakan microwave tampaknya lebih praktis dan mudah untuk dilakukan. Namun pastikan bahwa menggunakan tempat yang aman supaya saat di dalam microwave tidak rusak, misalnya seperti wadah dari kaca.

Pasalnya jika menggunakan tempat plastik untuk menghangatkan makanan tentu sangat berbahaya. Sebab bahan kimia yang ada di plastik sangat berbahaya dan bisa saja bocor ke makanan tersebut.

Nah, gunakan wadah dari kaca dan panaskan makanan kurang lebih selama 15 detik saja atau lebih dari itu. Lakukannya ini secara bertahap sampai jumlah sedikit supaya suhu makanan tidak panas.

Menggunakan Kompor

Menghangatkan makanan anak dengan kompor dan panci ukuran sedang sepertinya sangat cocok untuk memasukkan MPASI ke panci. Namun sebaiknya gunakan api kecil saja untuk menghangatkan makanan itu.

Kita bisa menggunakan api kecil saat memanaskan MPASI untuk meminimalisir supaya makanan tidak cepat hangus. Setelah itu jangan langsung menyimpan sisa makanan itu jika tidak habis dimakan oleh bayi.

Pasalnya air liur anak atau bayi yang sudah mencemari makanan tersebut bisa memunculkan adanya racun pada makanan jika disimpan lagi. Oleh karena itu, sebaiknya buang saja jika benar-benar sudah tidak aman untuk dikonsumsi.

Merendam dengan Air Hangat

Ada 2 cara yang bisa dilakukan untuk menghangatkan makanan dengan air panas sebagai elemen pemanasnya. Caranya dengan meletakkan tempat atau wadah MPASI ke dalam mangkuk besar yang berisi air panas.

Nah, satu tempat kecil MPASI tersebut biasanya akan langsung mencair sekitar 20 menitan setelah direndam merata. Tidak hanya itu saja, namun kita juga bisa meletakkan wadah makanan ke dalam panci yang ada air panasnya untuk merebus dengan api kecil.

Cara menghangatkan makanan anak atau bayi dengan metode seperti di atas bisa langsung ibu coba di rumah. Sebagai pengetahuan, jika ada makanan sisa yang masih layak konsumsi sebaiknya panasnya dengan cara yang benar.

 

Sumber gambar :
1. Canva Premium
2. Freepik 
Melatih Kecerdasan Bayi dengan Bimbingan Sejak Dini Dari Orang Tua

Melatih Kecerdasan Bayi dengan Bimbingan Sejak Dini Dari Orang Tua

 

melatih kecerdasan bayi

Tumbuh menjadi seseorang yang cerdas harus dididik mulai dini. Melatih kecerdasan bayi akan berpengaruh hingga mereka dewasa. Seribu jalan harus ibu lakukan untuk menstimulasi kecerdasan hingga otak anak bisa berkembang hingga 80% dari otak dewasa.

Masa kecil seorang bayi akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan kecerdasaan mereka secara optimal. Masa-masa tersebut membuat mereka harus mendapatkan nutrisi yang lengkap untuk modal masa depan. Stimulus juga memiliki kedudukan yang penting demi kecerdasannya.

Cara Melatih Kecerdasan Bayi

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan kecerdasan pada bayi sejak mereka lahir. Kebiasaan ini harus ditanamkan secara rutin sehingga indra kepekaan mereka bertambah. Bayi akan merespon sesuatu sesuai dengan apa yang mereka tangkap.


Menjalin Hubungan Emosional yang Kuat

Cara yang paling mudah untuk membantu menumbuhkan kecerdasan pada bayi adalah dengan melakukan berbagai kegiatan bersama orang tua. Kegiatan tersebut bernama bonding time. Hal ini mampu memperkuat ikatan emosional bayi dengan orang tua.

Selain itu sebagai orang tua harus bisa memberikan naluri rasa aman terhadap bayi. Usahakan untuk selalu mengupayakan skin to skin contact sejak mereka lahir. Caranya dengan memberi pijatan lembut pada tubuhnya.

Bahkan memakaikan pakaian kepada bayi akan memicu naluri rasa aman. Jangan sampai kita sebagai orang tua bertengkar karena bisa memberikan rasa cemas pada bayi.

Melatih kecerdasan bayi dengan memberikan ikatan emosional yang kuat bisa meningkatkan kemampuan sosial dan komunikasi anak. Dengan begitu memiliki IQ yang tinggi sekaligus dengan imunitas tubuhnya.


Rutin Mengajak Bayi untuk Bercakap Sejak Lahir

Kebanyakan orang tua selalu mengajak anaknya untuk berbicara sejak lahir. Pada dasarnya kebiasaan ini bisa meningkatkan kecerdasan pada mereka. Sehingga akan berpengaruh pada kemampuan berbahasa.

Jika mereka sudah mencapai usia 3 tahun maka tingkat komunikasinya cenderung lebih baik. Hal ini akan berbeda dengan anak yang jarang diajak berbicara saat mereka masih bayi. Sebagai orang tua seharusnya sudah memahami step atau langkah awal ketika bercakap-cakap dengan si kecil.

Untuk permulaan kita bisa mengajak si kecil bercakap mengenai lingkungan terdekat. Misalnya dengan mengenalkan orang tua, saudara, benda-benda sekitarnya, dan lain-lain. Secara perlahan kata-kata tersebut akan masuk ke otak mereka.

Cara melatih kecerdasan bayi memang tidak mudah. Perlu kesabaran dan komunikasi yang kuat. Termasuk mengajarkan berbagai nada yang bervariatif saat berbicara dengan bayi.


Memperkenalkan Lingkungan Sekitar

Sejak bayi, seseorang harus sudah familiar dengan lingkungan sekitar. Tak heran bila orang tua sering mengajak mereka berkeliling rumah, tetangga, komplek, berbelanja, dan lain sebagainya. Tentu tujuan utamanya adalah memperkenalkan lingkungan sekitar pada si kecil.

Adanya kegiatan tersebut akan mempermudah bayi untuk membedakan mana manusia, hewan, benda, suara, warna, dan lain sebagainya. Hal ini akan meningkatkan pola pikir mereka menjadi lebih baik.


Melatih Ekspresi Wajah

Melatih kecerdasan bayi bisa dengan menunjukkan berbagai ekspresi wajah. Ketika kita sedang berbincang ria bersama mereka tunjukkan berbagai ekspresi wajah yang bervariasi. Hal ini akan melatih komunikasi non verbal pada bayi.

Ketika mereka berusia 3-4 tahun pastinya akan mudah mengenali lingkungan sekitar. Artinya mereka bisa membedakan karakter serta sifat orang. Dengan begitu akan tercipta respon yang sesuai dari mereka kepada orang lain.


Menunjukkan Benda Di Sekitar Bayi

Ada satu hal yang juga sama pentingnya untuk kecerdasan bayi. Kita harus bisa memperkenalkan berbagai benda yang ada di sekitar mereka. Dalam hal ini mulai dari pakaian, mainan, bantal, dan lain sebagainya.

Tunjukkan secara perlahan dan ajak mereka berbincang dengan kalimat yang panjang. Hal ini akan melatih kecerdasan bayi untuk mengingat apa yang mereka dengar. Bahkan bisa membuat mereka cepat berbicara sesuai dengan kemampuannya.

Jika usia mereka sudah menginjak 9 bulan pasti akan mulai memahami benda-benda tersebut. Biasanya mereka mulai menunjuk benda yang diinginkan. Bahkan mulai berbicara sepatah dua patah kata kepada orang terdekat.

Hal tersebut menandakan bahwa si kecil mulai terbiasa dengan benda-benda sekitarnya. Sehingga mulai nyambung berkomunikasi dengan orang lain. Artinya kecerdasan mereka sudah mulai terbentuk.

Dengan memahami cara melatih kecerdasan bayi maka kita harus rutin mengajari mereka untuk tumbuh dan berkembang. Selalu memberi dukungan kepada mereka akan berpengaruh pada mentalitas diri. Sehingga akan terbentuk karakter yang pemberani dan selalu memiliki rasa ingin tahu.

 

Kasih Sayang yang Harus Dibiasakan

Kasih Sayang yang Harus Dibiasakan


Dulu waktu masih SD, tapi saya lupa tepatnya kelas berapa saya sering main ke rumah salah satu teman. Saking seringnya, tentu saya sering pula ketemu ayah dan ibunya. Dua-duanya pribadi yang ramah sama saya dan teman-teman lain yang main kesitu. 

Tapi, yang saya heran banget teman saya itu jarang banget ngobrol sama ayahnya. Biasanya dia hanya akan menegur ayahnya kalau disuruh ibunya untuk mengingatkan makan misalnya. 
Tips Agar Anak Berhasil Toilet Training (Lepas Popok)

Tips Agar Anak Berhasil Toilet Training (Lepas Popok)



Fase pada setiap anak itu kayak tantangan tersendiri bagi saya sebagai orang tua. Kalau berhasil dilewati rasanya lega dan senang banget kayak habis menang lomba. Karena proses melewati fase itu juga nggak mudah, ada drama-dramanya gitu. 

Salah satunya adalah fase toilet training, alias anak benar-benar lepas dari diapers/popok. Selain nggak perlu khawatir lagi dengan kesehatan kulitnya karena takut iritasi, lepas popok itu juga lumayan hemat budget yang bisa dialihkan untuk hal lain. 

Pengalaman saya butuh waktu untuk dua minggu anak berhasil nggak ngompol dan bisa bilang kalau dia kebelet. Tapi setelahnya butuh 1-2 bulan juga sampai saya berani ngajak dia pergi agak lama keluar rumah tanpa memakai popok. 

Cara Menyapih Anak

Cara Menyapih Anak

Cara Menyapih

Dalam pola pengasuhan anak, pasti ada aja tantangannya. Dari bayi ngajarin gimana dia bisa berinteraksi, angkat kepala, telungkup, merangkak, berdiri, sampai bisa jalan dan bicara. Nah salah satu yang menurut saya juga menantang adalah mengajari anak untuk lepas dari ASI (Air Susu Ibu). Awalnya pasti report dan riweh  seperti mbak Ica yang mengajari anaknya Toilet Training. namun setelah dijalani ternyata bisa juga kok. 
Pengalaman Pasang dan Lepas Kontrasepsi KB Implan

Pengalaman Pasang dan Lepas Kontrasepsi KB Implan

KB Kontrasepsi Implan

Setelah maju mundur dan berpikir lama, akhirnya pada bulan Maret 2019 saya pasang kontrasepsi Implan. Itu pun kebetulan ada teman sekaligus tetangga yang ngajak. Karena ada temannya, saya jadi lebih berani untuk pasang sepotong besi di lengan. 

Sebenarnya orang-orang sekitar sudah ada yang nanya "kapan anaknya dikasih adek?" atau dido'ain semoga cepat punya anak lagi. Saya sih terima kasih jika ada yang mendo'akan kebaikan. Tapi karena ini saya yang menjalani, jadinya ya saya dan suami yang tahu betul kondisi kami bahwa kami belum siap untuk memiliki anak kedua.

Baca juga : Tambah Anak
4 Ide Percobaan Sains Sederhana yang Bisa Dilakukan Bersama Anak

4 Ide Percobaan Sains Sederhana yang Bisa Dilakukan Bersama Anak

percobaan sains sederhana
source : Anakcerdas. net
Berakhir pekan nggak harus selalu keluar rumah kan, Moms? Ada banyak cara untuk menyemarakkan libur sabtu-minggu tanpa harus jalan-jalan ke mall atau ke taman bermain. Salah satunya adalah melakukan percobaan sains sederhana yang bisa dilakukan bersama anak-anak. 

Ada banyak manfaat yang bisa didapat dengan melakukan percobaan sains sederhana bersama anak-anak. Pertama, anak bisa melihat praktik dari ilmu pengetahuan alam / fisika yang mereka pelajari di sekolah. Kedua, anak bisa belajar bahwa ilmu sains ternyata mudah ditemui dalam keseharian, dari benda-benda yang ada di rumah. Ketiga, bisa merekatkan bonding antara orang tua dan anak.