√ Kabut Asap, Bencana Terulang Akibat Lalainya Menjaga Hutan dan Udara - Duduk Paling Depan

Kabut Asap, Bencana Terulang Akibat Lalainya Menjaga Hutan dan Udara



Kabut asap adalah bencana yang beberapa kali saya rasakan selama tinggal di Provinsi Jambi. Dari saya remaja sampai sekarang saya sudah punya anak, ancaman kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan masih saja datang dan mengganggu.  

Tahun 2015 kabut asap di Jambi sangat parah. Jarak pandang berkisar 300-900 meter saja. Berkendara wajib menghidupkan lampu dekat atau lampu jauh. Berasa di negeri awan, bedanya negeri awan di dongeng-dongeng itu indah dan bikin bahagia, kalau yang ini bikin sesak napas. 

Tahun-tahun berikutnya kabut asap masih ada namun tidak separah tahun 2015. Tapi tahun 2019 lalu kabut asap yang cukup tebal kembali menyelimuti provinsi Jambi. Bahkan ada berita yang sempat viral waktu itu tentang fenomena "langit merah" karena kebakaran hutan di Desa Mekar Sari, Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Memang itu benar adanya, api yang membara terlalu besar dan cepat merambat di kawasan lahan gambut, sehingga menyulitkan petugas untuk memadamkannya. 

Fenomena langit merah di Jambi. Sumber: bbc/ekawulandari


Sesaknya udara jangan ditanya, saya yang tidak punya riwayat asma rasanya tenggorokan dan hidung terasa gatal meski sudah pakai masker. Apa lagi yang punya penyakit asma, keluar rumah semacam menantang maut. 

Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan 


Bencana kabut asap jelas berasal dari kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali. Hal tersebut dikarenakan adanya oknum masyarakat dan atau perusahaan yang membuka lahan besar dengan cara dibakar. Biasanya oknum tersebut memilih membuka lahan dengan cara dibakar karena dinilai cepat dan murah tanpa membayangkan efek sampingnya yang merugikan orang banyak. 

Selain aktivitas manusia, faktor alami seperti El-nino menjadi salah satu penyebabnya. Terutama pada musim kemarau, tanah menjadi panas dan membuat lahan menjadi lebih mudah terbakar jika ada percikan api yang berasal dari batu bara yang disengaja atau pun tidak disengaja. 

Mengutip dari Kasubdit Pencegahan Karhutla-Direktorat PKHL, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Anis Aliati, dalam podcast Ruang Publik KBR Prime mengatakan bahwa dari data tanggal 11 Juni 2020 berdasarkan pantauan satelit, ada sekitar 731 titik panas (hotspot) di wilayah Indonesia khususnya Riau, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Jambi. 

Meski begitu, jumlah titik panas tersebut sudah mengalami penurunan sebesar 31,43% dibandingkan tahun lalu. Lagi pula tidak semua titik panas akan menjadi titik api. Karena petugas dari KLHK akan langsung memeriksa titik api tersebut baik dari level rendah sampai level tinggi.

Dampak Kabut Asap dari Kebakaran Hutan dan Lahan

dampak karhutla

Meski kabut asap bukan bencana yang memberikan dampak langsung seperti tsunami atau gempa bumi, namun tetap saja ada akibat buruk yang harus ditanggung masyarakat yang berada di daerah kawasan karhutla. 

Dari segi kesehatan tentu rentan menyebabkan gangguan pernafasan. Belum lagi orang-orang yang sudah memiliki bawaan penyakit saluran pernafasan seperti asma, ISPA, bronkitis, tentu dapat memperparah penyakit tersebut.

Pengalaman saya tahun lalu sempat batuk parah lebih dari 10 hari, selain karena kabut asap yang tebal, beberapa orang di ruangan kantor saya tetap cuek merokok dengan bebasnya. Meski sudah pakai masker, sebagai perokok pasif saya tetap kena imbasnya. 

Apa lagi sekarang saat wabah Covid-19 belum sepenuhnya berakhir, adanya ancaman kabut asap justru makin menjadi beban ganda bagi masyarakat. Terutama bagi mereka yang sudah berstatus ODP dan PDP. 

Selain dari sisi kesehatan, kabut asap juga merugikan sisi ekonomi. Pada tahun 2015, kerugian ekonomi akibat karhutla mencapai 200 triliun. Sedangkan pada tahun 2019 mengakibatkan kerugian sebesar 75 triliun. 

Bukan cuma di Indonesia terutama pulau yang mengalami dampak paling besar dari Karhutla seperti Kalimantan, Papua, dan Sumatera, tapi negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga ikut merasakan dampaknya. Karenanya belasan bandara terpaksa ditutup, dan lembaga pendidikan harus diliburkan. 

Masih mengutip dari podcast Ruang Publik KBR Prime, Guru Besar Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Prof Bambang Hero Saharjo mengatakan pada tahun 2015 IPB mengadakan penelitian di Kalimantan Tengah dengan beberapa universitas di Amerika terkait dampak karhutla. Hasil dari penelitian tersebut mendapatkan 90 gas, hampir 50nya adalah gas beracun (furan, hidrogen sianida).

Profesor Bambang melanjutkan berdasarkan pengalaman dan data tersebut, pemerintah dan masyarakat harus mengedepankan pencegahan, bukan hanya penyelesaian setelah terjadi karhutla.

Upaya Pemerintah Dalam Mencegah Dampak Buruk Kebakaran Hutan dan Lahan 

Sumber : @kementrianlhk

Berangkat dari pengalaman buruk yang menimpa Indonesia terkait karhutla pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah berusaha melakukan pencegahan agar dampak tidak terlalu meluas dan besar. 

Dari KLHK sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE.12/PHPL/UHP/HPL.1/7/2017 Tentang Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan. Kemudian membentuk gugus tugas pencegahan Karhutla di setiap Provinsi yang diketuai oleh Gubernur dan beranggotakan perangkat daerah lainnya seperti BPBD, UPT KLHK Provinsi, Manggala Agni, TNI/Polri, Babinsa dan instansi terkait lainnya. 

Gugus tugas karhutla di setiap daerah harus memantau titik-titik rawan kebakaran hutan dan lahan, serta melakukan tindakan pencegahan. Seperti yang dilakukan di Provinsi Jambi, mengutip dari beritasatu.com, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi sudah memasang dua unit kamera pemantau (CCTV) di lokasi rawan karhutla, yaitu di Taman Hutan Raya (Tahura) Orang Kayo Hitam dan Hutan Lindung Gambut (HLG) Londrang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Selain itu patroli terpadu dan pemantauan hotspot (titik panas) juga mulai diintensifkan. Keterangan tersebut disampaikan langsung oleh Gubernur Jambi, Fachrori Umar. 



Selain itu KLHK menyadari betul bahwa sosialisasi kepada masyarakat harus digencarkan. Karena masih banyak yang belum tahu bahwa pembukaan lahan dengan cara pembakaran merupakan salah satu tindak pidana. Maka dari itu KLHK terus melakukan sosialiasi dengan turun ke lapangan maupun melalui kanal di media sosial.



Saya sendiri berharap upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah dapat berjalan dengan baik. Begitu pula dengan penegakan hukum terhadap pelaku karhutla semoga dapat dijalankan dengan tegas dan adil. Sehingga fenomena "langit merah" dan "negeri awan" tidak terjadi lagi di daerah saya mau pun daerah lainnya di Indonesia. 

Peran Masyarakat Untuk Melindungi Diri Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan


Selain pemerintah, kita sebagai masyarakat juga wajib melakukan upaya untuk melindungi dari dari dampak karhutla. Pertama, dengan tidak menjadi oknum yang melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar. Selain menyebabkan kabut asap, ancaman pidana juga menunggu. 

Kedua, dari segi kesehatan tetap memakai masker jika harus keluar rumah. Karena selain virus Covid-19, ancaman kabut asap di musim kemarau juga menghantui kita. Maka pastikan untuk keluar rumah seperlunya saja. 

Ketiga, waspadai tanda-tanda kabut asap dengan cara peka terhadap perubahan cuaca, iklim, memantau kualitas udara melalui aplikasi Air Quality yang dapat diunduh di ponsel pintar kita. 

Serta senantiaca mencari informasi melalui media elektronik, media cetak, dan internet. Teman-teman juga bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan dari situs KLHK dan KBR. Jika ingin mendapatkan informasi bergizi namun dilakukan dengan santai, bisa pula mendengarkan berbagai podcast di kbrprime.id.

podcast bermanfaat


Keempat, biasakan perilaku dan pola hidup cinta bumi dengan biasa memakai produk yang dapat digunakan berkali-kali (reuse), tidak konsumtif (reduce), dan mendaur ulang produk-produk lama atau tidak berguna menjadi barang yang bermanfaat kembali (recycle). Terutama terhadap produk-produk yang bahan baku utamanya berasal dari hutan. 

Hutan dan Udara, Kesatuan yang Tak Dapat Dipisahkan Dari Kehidupan Manusia


Dari pelajaran di Sekolah Dasar kita tahu bahwa pohon, tanaman, adalah penghasil Oksigen yang diperlukan manusia untuk bernafas dengan baik. Bahkan hutan disebut sebagai "paru-paru dunia". 

Jika hutan lestari dan terjaga dengan baik, maka akan menghasilkan kualitas udara yang baik pula. Sebaliknya semakin banyak hutan dibabat, dibakar, maka kualitas udara semakin buruk dan akan berdampak buruk pula bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. 

Untuk itu diperlukan peran dari seluruh lapisan masyarakat. Tindakan kecil maupun kebijakan besar. Karena bumi ini masih akan ditempati oleh generasi keturunan kita. Semoga kita dapat mewariskan kepada mereka alam yang lestari dan udara yang bersih. 

Semoga artikel ini bermanfaat bagi teman-teman semua. Apa ada yang pernah mengalami dampak kabut asap juga? Atau punya opini tersendiri mengenai karhutla? Silahkan tulis di kolom komentar, ya.

***

Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini: https://bit.ly/LombaBlogPerubahanIklimKBRIxIIDN







Get notifications from this blog

13 comments

  1. Setuju banget ini kak, kabut asap sebagian besar merupakan ulah manusia. Sebagai penurus generasi, perlunya melestarikan hutan dan menjaganya agar tetap asri adalah tugas kita bersama.

    ReplyDelete
  2. Aku membayangkan bagaimana jika mengalami bencana kabut asap di Jambi. Pasalnya kedua anakku penderita asama..duh, pasti tersiksa.
    Memang masalah kebakaran hutan dan lahan ini perlu ditangani secara lebih intens. Tentu dukungan semua pihak diperlukan sehingga tak ada lagi dampak buruk yang dituai dari masalah ini.
    Ulasan yang lengkap dan menarik!

    ReplyDelete
  3. kita banyak lalai dalam hal melesteraikan hutan , kebakaran terutama yang bikin hutan hancur

    ReplyDelete
  4. Rasanya Nggak kebayang deh kalau bencana kabut asap karhutla ini terjadi juga di Fase pandemi covid ini.
    Kita jadinya seakan-akan digempur oleh dua bencana.
    Aku berharap semoga bencana di nusantara segera berakhir

    ReplyDelete
  5. Saya selalu melihat kabut asap karena pembakaran hutan atau lahan gambut di televisi, Mbak. Dan itu saja membuat saya bisa merasakan, betapa menyiksanya, apalagi Mbak Enny mengalami dalam rentang waktu lama ya, Mbak. Pastinya banyak sekali kerugian juga yang ditimbulkan.

    Jadi memang solusinya, harus pertama dari kita sendiri. Jangan jadi pelakunya. Terus ditanamkan, agar tidak ada lagi pembakaran hutan oleh manusia.

    ReplyDelete
  6. Saya masih ingat betul 2015 kabut Sampai terasa ke Medan kak Enny. Bahkan anak-anak gak saya kasih keluat rumah. Balik lagi memang harus perlu ketegasan ketika ada pelanggaran. Untuk membuat efek jera ke yang lain

    ReplyDelete
  7. Melihat berita tentang kebakaran hutan dan asap di televisi rasanya ga kebayang kalau ikut mengalami. Hal ini perlu penanganan serius dari berbagai pihak yah mba. Pun dari masyarakat sendiri perlu melestarikan hutan untuk kepentingan generasi penerus kelak

    ReplyDelete
  8. Memang karhutla ini menjadi salah satu bencana yg patut ditangani dengan maksimal agar tdk semakin meluas dan semoga msy. makin sadar akan pentingnya menjaga hutan

    ReplyDelete
  9. Lihat tanahnya tuh memang mudah banget kebakar gitu ya, bahkan kayak material yang bagus buat menghasilkan api.

    Memang butuh kehati-hatian banget menjaga agar tidak terjadi kebakaran hutan lagi, terutama jika memang sengaja dibakar.

    Pengen rasanya kumpulin asapnya, buat kirim ke kamar tidur orang-orang yang sengaja memerintahkan untuk bakar hutan.

    Terlebih di masa pandemi gini, di mana corona itu menyerang pernafasan, duuhh semoga nggak terjadi kebakaran hutan dan menghasilkan kabut asap lagi

    ReplyDelete
  10. Kabut asap itu bisa melintasi daerah ya, jadi wilayah tetangga bisa terkena efeknya juga, khawatir banget dengan masalah kesehatan pernapasan akibat kabut asap karena kebakaran hujan

    ReplyDelete
  11. Kabut asap selain merusak lingkungan jg berbahaya bagi pernafasan ya.. semoga ada solusi terbaik untuk menghilangkan kabut asap ini..

    ReplyDelete
  12. Asap kebakaran hutan bisa bikin ISPA ya mbak. dan irtu ngeri sih. Aku setuju, ingin menjaga hutan bisa dimuali dari diri sendiri. Jangan jadi pelaku. Save Hutan Indonesia.

    ReplyDelete
  13. semoga kedepannya nggak ada lagi berita mengenai kebakaran hutan. mirisnya kalau udah kejadian, kasihan binatang-binatang yang menggantungkan hidupnya dari sana

    ReplyDelete