Dialog ku Pada Langit
Dari dulu kita tak
pernah berubah. Kamu adalah kamu. Aku adalah aku. Hanya saja aku terlalu
banyak mengira-ngira, terlalu banyak mereka-reka. Hingga akhirnya
daun-daun menertawakan kebodohanku, awan-awan menyelidiki kegamanganku,
rumput-rumput merutuki kemalanganku, dan kupu-kupu datang dengan tarian
penyesalan.
Langit bertanya, mengapa aku begitu bodoh, begitu gamang, begitu malang dan melahirkan penyesalan? Aku berdiri dan membela. “Aku tidak bodoh, langit. Aku juga tidak gamang. Jangan menganggapku malang. Ya aku akui penyesalan begitu tajam menusukku” Lalu ku tarik nafas panjang, ku lihat langit masih menunggu pembelaanku. “aku..aku hanya bingung. Aku hanya takut. Ntah lah, rasa ini begitu aneh. Ini seperti... seperti rasa penasaran yang tak pernah tuntas”.
Langit bertanya, mengapa aku begitu bodoh, begitu gamang, begitu malang dan melahirkan penyesalan? Aku berdiri dan membela. “Aku tidak bodoh, langit. Aku juga tidak gamang. Jangan menganggapku malang. Ya aku akui penyesalan begitu tajam menusukku” Lalu ku tarik nafas panjang, ku lihat langit masih menunggu pembelaanku. “aku..aku hanya bingung. Aku hanya takut. Ntah lah, rasa ini begitu aneh. Ini seperti... seperti rasa penasaran yang tak pernah tuntas”.