Duduk Paling Depan
Rasa Nano-Nano Diklat Kesemaptaan 2015

Rasa Nano-Nano Diklat Kesemaptaan 2015




Aku baru aja selesai pendidikan dan latihan (diklat) kesamaptaan. Semacam diklat  wajib dari intansi tempat aku bekerja, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Rasanya diklat kesemaptaan itu kayak permen Nano-Nano, manis asam asin rame rasanya #Ngiklan.
Main-Main di Belitung

Main-Main di Belitung

Seperti janji dipostingan sebelumnya, aku mau lanjut cerita tentang indahnya pesona Pulau Belitung. Disana aku sempat mengunjungi tiga pulau yaitu Pulau Langkuas, Pulang Kepayang, dan Pulau Pasir. Semuanya indah dan memanjakan mata. Untuk mencapai kesana bisa menyewa motor atau mobil. Karena aku takut diphpin bawa motor di tempat asing jadinya aku memutuskan untuk nyewa mobil + driver yang sekaligus jadi guide. Serunya lagi guidenya masih muda nggak beda jauh umurnya dari aku jadi ngobrolnya lebih nyambung *sekalian modus*.


Untuk menuju pulau-pulau tersebut bisa menyebrang dengan menyewa kapal nelayan dari pantai Tanjung Kelayang. Ketika sampai di Tanjung Kelayang aja udah jingkrak-jingkrak norak ngelihat putihnya pasir pantai dan birunya air laut dengan suara ombaknya yang merdu. Ternyata pulau-pulau yang ada di sekitar sana lebih bagus lagi dan bikin aku tambah norak.
Sore-Sore Unyu di Pantai Panyabong, Belitung.

Sore-Sore Unyu di Pantai Panyabong, Belitung.


Berawal dari mumetnya sama rutinitas harian dan butuh sesuatu untuk merefresh raga dan jiwa ini *cailaaaah lebay beudh dah* maka tanpa banyak persiapan aku beli tiket, ngerayu sahabat untuk nemenin, izin cuti di kantor, cuuuuus dari Jambi ke Jakarta lanjut ke Belitung.

Jadilah jum’at pagi dengan bawa satu ransel doang (iya cuma satu tapi isinya belendung banget) aku ngojek ke Bandara. Niatnya sih pengen ngangkot aja biar hemat, tapi bangunnya kesiangaaaan. Untungnya Lion air udah ada fasilitas self check-in via website jadi nggak terlalu deg-deg-an sih. 

Dengan Bismillah, aku minta abang ojeknya ngebut. Untung Jambi macetnya masih wajar nggak kayak kota besar, aku sampai bandara tepat waktu. Perjalanan Jambi-Jakarta Cuma 50 menit pakai pesawat. Iya sih judulnya kali ini backpackeran tapi aku nggak kuat kalau mesti naik bus sehari semalam. Alih-alih mau refreshing, sampe sana malah kliyengan mabuk darat. Transit di Jakarta lanjut ke Belitung cuma empat puluh menit. Malah sangking sebentarnya, aku baru aja ngerumpiin satu cowok ke temen eh udah ada pengumuman pesawat mau mendarat. Padahal niatnya ngerumpiin sepuluh cowok gitu.
Kapan Nikah?

Kapan Nikah?





Untuk kalian yang sudah cukup umur apalagi sudah punya pekerjaan pasti nggak asing sama pertanyaan diatas. Bahkan mungkin sudah ada yang nggak perlu lagi makan nasi karena keburu kenyang sama pertanyaan itu.

Kenapa ya kadang orang-orang terlalu kepo dan rempong dengan bertanya “kapan nikah?” padahal itu pertanyaan sensitif terutama untuk mereka yang jones dan masih mencari pasangan hidup.


Sebenarnya postingan ini akan nyerempet ke curhat....
Ditilang?

Ditilang?

Kemarin, untuk pertama kalinya selama memakai kendaraan bermotor aku kena tilang polisi lalu lintas. Jadi ceritanya aku dan temen mau ke salah satu destinasi wisata di kota Jambi, yaitu Tanggo Radjo untuk menikmati sore disana. Niatnya kita mau foto-foto sambil ngeliat panorama senja di tepian sungai Batanghari ditambah dengan kokohnya bangunan baru jembatan pedestrian & menara Gentala Arasy yang jadi icon baru kota Jambi. Secara sebagai anak setengah gaul Jambi, kayaknya belum hits gitu kalau belum upload foto selfie dengan background jembatan dan menara tersebut.

Tapi rencana tinggallah rencana wahai kakanda, belum juga nyampe di tengah jalan kita dicegat polantas. Salahnya sih karena teman yang bawa motor di depan motor aku salah belok, lebih salah lagi karena aku ngikutin aja. Jadilah kita berdua (kita bawa motornya masing-masing) di-stop-in dua orang polisi.

"Surat-suratnya mana dek?"

Deg!!