Duduk Paling Depan: RelationTips
Kisah Nyata yang Membuktikan Cinta Sejati Itu Ada

Kisah Nyata yang Membuktikan Cinta Sejati Itu Ada


kisah nyata tentang cinta
source : Pixabay

Beberapa waktu lalu viral cerita #LayanganPutus yang mengundang banyak reaksi warganet. Dari komentar yang saya baca, ada yang menyayangkan kejadian tersebut, ada yang berempati terhadap si penulis, ada juga yang menghujat tokoh-tokoh dalam cerita penulis, dan bagi yang belum menikah malah jadi takut nikah.

Sejujurnya sebelum membaca cerita tersebut saya sudah banyak mendengar atau melihat cerita yang kurang lebih sama. Ya, cerita seperti itu bisa jadi ke siapa saja, termasuk orang-orang sekitar kita, atau bahkan mungkin kita sendiri.

Tapi saya percaya, semua orang nggak sama karakter dan jalan hidupnya. Saya percaya, cinta yang tulus itu ada. Pasangan yang bertahan bersama  meski diterpa banyak cobaan, itu juga nyata adanya.

Saya akan ceritakan salah satunya.

Namanya pak Hanif (bukan nama sebenarnya), saya kenal beliau karena beliau sering ke rumah orang tua saya. Karena ada urusan pekerjaan, lain kali karena ingin silahturahmi biasa.

Kalau beliau ke rumah, selalu bawa buah tangan hasil kebunnya sendiri. Ada pisang, kelapa, nangka, macam-macam deh. Beliau juga tutur katanya lembut dan sopan.

Beliau (status bujang) menikah dengan seorang janda. Semua baik-baik aja, sampai suatu hari istrinya sakit. Banyak usaha yang dia lakukan sebagai suami agar istrinya sembuh.

Kondisi istrinya makin parah karena bagian pinggang dan kaki sudah nggak bisa digerakkan lagi. Akhirnya segala aktifitas istrinya, pak Hanif yang gendong.

Tahun lalu, setelah kami sekeluarga sudah lama pindah dari desa itu, kami kesana lagi karena ada undangan pernikahan teman baik saya. Sekalian kami mampir ke rumah pak Hanif untuk numpang sholat.

Selama ini saya cuma tahu cerita beliau sedikit dari ortu saya. Hari itu saya menyaksikan sendiri kondisi istrinya, dan rumah mereka.

Istri pak Hanif sekarang sudah pakai kursi roda. Beberapa aktifitas kecil sudah bisa dilakukan sendiri.

Itu semua karena pak Hanif memang berjuang menguras tabungan, menyewa satu mobil untuk berangkat berobat ke Jakarta. Biar tahu betul apa penyakit istrinya, sekaligus berharap semoga istrinya bisa jalan lagi.

Ternyata setelah pengobatan di sana memang istrinya harus menggunakan kursi roda untuk selamanya. Pak Hanif cerita dia sedih banget dengarnya, tapi akhirnya beliau terima kenyataan dan terus berusaha ngurus istrinya. Sedikit demi sedikit uang dikumpulkan sampai akhirnya bisa beli kursi roda.

Meski sudah pakai kursi roda, tapi tetap aja aktifitas istri pak Hanif terbatas. Jadi urusan rumah, masak, semua pak Hanif yang lakukan.

Waktu saya kesana rasanya saya kayak lagi ngalamin reality show "Jika Aku Menjadi" yang pernah tayang di salah satu channel TV itu lho.

Karena rumah pak Hanif terbuat dari kayu, lantai ruang depannya memang sudah disemen. Tapi lantai dapur dan kamar mandinya masih dari tanah.

Di kamar mandinya sendiri ada wc jongkok, namun di atas wc jongkok itu adsakursi plastik yang dudukannya dibolongin. Ternyata karena istrinya nggak bisa buang hajat sambil jongkok, untuk ngakalinnya pak Hanif pakai kursi plastik itu.

Setiap hari jika istrinya mandi dan mau buang hajat, pasti pak Hanif bantu dan jaga sampai selesai karena takut terpleset di kamar mandi.

Pak Hanif bilang dia ikhlas menjalani kehidupannya seperti ini semata-mata karena Allah SWT. Tapi satu hal yang masih beliau khawatirkan, beliau takut kalau dia meninggal duluan siapa nanti yang ngurusin istrinya?

Sebenarnya pak Hanif sempat punya anak sama istrinya tapi anak tersebut meninggal dunia. Sedangkan anak dari suami pertama istri pak Hanif punya kehidupan sendiri dan sudah lama nggak ada kabar.


Saya yang ada di sana waktu itu rasanya mau nangis. Tapi nggak mungkin nangis di depan pak Hanif. Di satu sisi saya sedih lihat kondisi mereka, di satu sisi saya terharu dengan ketulusan pak Hanif merawat istrinya sepenuh hati.

Rasanya kalau ada yang pantas pegang tiket surga, bagi saya pak Hanif lah orangnya. Beliau juga ibadahnya rajin, meski hidupnya sangat sederhana beliau sudah haji karena memang bertekad banget ngumpulin duit untuk berangkat haji. Beliau juga sehari-harinya ngajar anak-anak ngaji tanpa dipungut biaya.

Waktu itu saya dan ortu sempat kasih uang seadanya. Tapi mereka berterimakasih berulang-ulang dengan raut wajah senang.

Saya memang sempat kepikiran, gimana kalau itu ortu saya. Hidup dalam keterbatasan ekonomi dan fisik. Anak entah kemana, tetangga juga hanya bisa membantu sekadarnya.

Hati saya juga terenyuh, diantara sekian banyak cerita pengkhianatan suami hanya karena fisik istri berubah, tapi ini ada pria yang tulus ngurusin istrinya yang sakit sepenuh hati.

Terima kasih pak Hanif, atas pelajaran berharganya.

(Maaf nggak ada foto apapun, karena saya merasa nggak sopan untuk memotret keadaan beliau atau isi rumahnya waktu itu. Tapi ini ada foto depan rumah pak Hanif, teman saya yang kirim waktu mau kasih bantuan. Gelap juga karena ambilnya pas malam).



***

Selain kisah pak Hanif, orang tua saya sendiri termasuk panutan saya dalam mempercayai kekuatan cinta.

Kemarin tanggal 9 November, merupakan hari ulang tahun mama saya yang ke-55 sekaligus ulang tahun pernikahan mama papa yang ke-33 tahun.

Selama 33 tahun bersama pasti bukan cuma riak-riak kecil yang mereka lewati, tapi juga ombak besar, karang, badai, topan, bahkan mungkin pernah "kapal" mereka retak atau ada bagian yang rusak.

Tapi syukurlah semua bisa dilalui sampai dengan sekarang. Saya tahu itu nggak mudah.



Bisa jadi karena mereka memulai rumah tangga dari nol, susah bareng-bareng. Saya selalu hapal cerita mereka dimana dulu makan aja susah. Gaji PNS zaman dulu tuh jauh dari cukup, jatah beras yang dikasih juga kualitasnya kurang bagus. Alhasil tiap bulan gali lobang tutup lobang ngutang ke warung.

Bahkan waktu lahir kakak saya, baju-baju bayi yang mampu dibeli cuma sedikit. Jadi papa saya yang tiap hari mencuci biar baju bisa terus dipakai. Nyucinya juga bukan di rumah, tapi harus ke sungai.

Karena nggak bisa beli baju menyusui, mama saya juga rombak sendiri daster-dasternya. Digunting dan dijahit lagi dengan kancing biar bisa mudah dipakai untuk menyusui.

Tinggal diperantauan dengan ekonomi sulit, nggak ada bantuan dari manapun. Tapi ternyata itu semua jadi fondasi yang kuat hingga sekarang.

Do'a saya semoga mama papa dipasangkan di dunia, disatukan pula kelak di SurgaNya. Aamiiin.

Saya sendiri nggak tahu sih apakah kisah cinta saya dan suami juga akan berakhir manis. Tapi sejauh ini selama kami masih bisa melakukan yang terbaik untuk satu sama lain ya kami akan melakukan itu. 


Saya tahu setiap orang bisa berubah. Setiap orang pasti akan merasakan jenuh. Tapi saya percaya setiap orang akan menyikapi hal tersebut dengan cara yang berbeda. Semoga saya dan pasangan  bisa menyikapinya dengan baik.

Nah, semoga dengan cerita di atas jangan ada lagi yang menyamakan semua orang hanya karena ada cerita viral yang menyakitkan. Apalagi bagi yang belum nikah, jangan takut. Justru kalian punya banyak kesempatan untuk memilih dan menemukan yang terbaik.

Bagi yang sudah menikah, ayo terus berjuang agar "kapal" kita nggak hancur sebelum sampai tujuan.

Semoga apapaun yang terjadi kita selalu diberi kekuatan untuk menghadapinya.

Kalau kalian pernah dengar kisah manis seperti di atas, ceritakan juga ya di kolom komentar.

6 Tips Untuk Meminimalisir Konflik Keuangan Dengan Pasangan

6 Tips Untuk Meminimalisir Konflik Keuangan Dengan Pasangan

source : shutterstock

Kalau teman-teman follow instagram saya @dudukpalingdepan mungkin sudah pernah membaca bahasan yang pernah saya bagikan di IG Story. Namun karena IG story spacenya terbatas, ada yang menyarankan untuk ditulis juga di blog. 

Alasan saya mengangkat topik ini, karena memang membahas keuangan itu termasuk hal yang masih sensitif. Uang memang bisa membuat orang bahagia, tapi sebaliknya juga bisa membuat orang menderita.

Membahas keuangan dengan pasangan, khususnya pasangan suami istri juga mengingatkan  dengan masa kecil saya. Jadi, papa saya itu pernah menjabat sebagai Kepala KUA (Kantor Urusan Agama). Sehingga hampir setiap hari ada tamu ke rumah kami, untuk konsultasi pernikahan atau perceraian.
Karena Setiap Rumah Tangga Ada Ujiannya [Tahun Ketiga]

Karena Setiap Rumah Tangga Ada Ujiannya [Tahun Ketiga]

couple

Kalau teman-teman follow saya di instagram @dudukpalingdepan mungkin tahu kemarin saya upload foto cake dan kado dari suami sebagai hadiah anniversary kami yang ketiga tahun ini. Terimakasih untuk teman-teman yang sudah ngucapin selamat dan mendo'akan ^^. Sampai-sampai ada pula teman yang kenal saya sejak lama bilang, kalau saya dan suami bisa dibilang real couple goals. Saya ngakak bacanya. 
Bersahabat Dengan Suami

Bersahabat Dengan Suami

couple

Kata orang kalau kita bisa menikah dengan sahabat sendiri, itu akan menyenangkan. Karena sudah kenal satu sama lain, nyambung ngobrolin apa aja, dan bisa diajak gila-gulana bareng.


Tapi nggak semua orang berjodoh dengan sahabatnya, kan?


Menyikapi Pertanyaan "Kapan Nikah?"

Menyikapi Pertanyaan "Kapan Nikah?"


Lebaran sebentar lagi, sudah pada terima THR belum? kalau saya sih sudah dari seminggu lalu dapat jadwal THR (Tugas Hari Raya) karena Lapas meski lebaran tetap buka. Tapi kali ini saya mau bahas pertanyaan yang mungkin akan jadi momok saat lebaran tiba nanti. Dimana keluarga besar pada kumpul, pasti ada sih yang bakal nanyain pertanyaan yang bikin enak atau bikin eneg, hehe. 

Salah satunya adalah pertanyaan "Kapan Nikah?"
Merencanakan Kembali Bulan Madu yang Pernah Gagal

Merencanakan Kembali Bulan Madu yang Pernah Gagal



Setiap pasangan yang baru menikah pasti memimpikan bulan madu yang indah. Termasuk saya dan suami. Membayangkan dua insan yang saling mencintai menikmati keindahan alam tanpa harus memikirkan pekerjaan dan rutinitas lainnya. Benar-benar berdua memadu kasih, menikmati cinta yang halal. Namun sayangnya ekspetasi nggak selalu berbanding lurus dengan realita. 
Bukan Teman Tapi Menikah

Bukan Teman Tapi Menikah



Disclaimer : ini bukan review film yak, biar nggak salah ekspetasi :p


Dulu saya mikirnya nggak akan bisa menikah dengan orang yang baru saya kenal. Rasanya akan sangat canggung memulai rumah tangga yang seumur hidup dengan orang yang baru dikenal beberapa bulan. Saya pikir tentu akan lebih asik kalau menikah dengan orang yang sudah lama kita kenal perangainya, lingkungannya, keluarganya, ya seperti teman sendiri. "Teman tapi menikah", mengutip istilah pasangan Ayudia dan Ditto. 

Tips Menghemat Biaya Pernikahan

Tips Menghemat Biaya Pernikahan

Banyak yang bilang kalau nikah itu sebenarnya adalah proses sakral yang mudah untuk dilaksanakan. Jika sudah punya kesiapan mental, sudah baligh, sudah bisa menafkahi lahir dan batin, dan yang paling penting sudah punya calonnya maka siapapun bisa menikah. Eits, sayangnya kenyataan nggak semudah FTV pemirsaah. Ada lika-liku yang harus dihadapi, salah satunya adalah biaya resepsi pernikahan.

[RelationTips] Pisah atau Maklumi

[RelationTips] Pisah atau Maklumi

Saya bukan ahlinya, pengalaman saya juga masih seujung kuku. Tapi dari saya single dulu, saya sering dijadikan tempat curhat tentang masalah rumah tangga dari orang-orang yang lebih tua dan berpengalaman. Saya masuk kerja mulai dari umur 19 tahun, otomatis di kantor rekan saya beragam umurnya. Entah apa yang bikin mereka percaya cerita sama saya yang bisa dibilang "masih bocah" di antara mereka.