Duduk Paling Depan
22

22

Hello July, nice to meet you again for 22nd time.

Gilaaaak nggak kerasa udah 22 tahun aja nih aku, perasaan baru kemaren deh ngerayain ultah ke-17 #menolaktua :P

Beberapa hari yang lalu seorang teman dekat bertanya “ulang tahun nanti Ein mau bikin acara apa?”  nggak salah  juga dia nanya begitu karena dia tahu hampir setiap tahun aku merayakan ulang tahun dengan bikin acara makan-makan di rumah atau di restoran. Tapi tahun ini berbeda. Aku nggak punya rencana apapun untuk merayakan tanggal ultah.

Waktu mungkin mendewasakan, membuat aku merasa bahwa ulang tahun bukanlah tentang meniup lilin di atas cake coklat sambil memejamkan mata dan mengucapkan wishes di dalam hati. Ulang tahun bukan tentang sibuk membuka kado yang menumpuk. Ulang tahun bukan lagi tentang pesta dan perayaan. Ulang tahun justru menjadi hari untuk muhasabah diri, instropeksi  dan koreksi diri.

Padahal tahun lalu aja aku masih ngambek karena beberapa temen deket justru telat ngasih cake dan kado, menurutku mereka kurang peka padahal itu adalah hari spesial yang cuma ada setahun sekali. But I was totally wrong. Kenapa aku Cuma menilai mereka berdasarkan ingat atau nggaknya mereka akan ulang tahunku? Padahal nggak peduli hari apapun itu ketika aku butuh mereka ada. Mereka mendengarkan curhatku ketika aku senang maupun galau, ketika aku bahagia ataupun kecewa.

Euuum tahun ini nggak banyak yang aku minta. Aku Cuma mau jadi pribadi yang lebih baik dan menyenangkan untuk semua orang. Aku mau setiap orang yang kenal aku di dalam hidupnya nggak merasa menyesal kenal denganku. Karena usia hanyalah soal angka, sedangkan umur Allah membuatnya menjadi sebuah rahasia. Tua atau muda semua manusia pasti kembali pada-Nya, setidaknya di dunia aku ingin diingat sebagai orang yang menyenangkan bukan sebaliknya.

Selain meminta hal diatas, aku justru ingin bersyukur pada Dia yang telah memberikan apa yang aku butuhkan, apa yang aku inginkan, apa yang tidak pernah aku minta namun Dia berikan karena Dia tahu aku membutuhkannya. Keluarga yang baik, Sahabat yang setia, Pekerjaan yang menyenangkan,  Rezeki yang cukup, dan masih banyak lagi bentuk kasih sayang-Nya yang aku rasakan. Thanks Allah, you’re the one and only. Please bless me always wherever am I, please don’t forget me even if I forget about you. Thanks for giving me such amazing life.

Eum.. mungkin yang masih kurang cuma satu aja sih, itu tuh.. maksudnya...

Kurang ada ......

*mati lampu*
 *yaaah jadi nggak bisa nulis deh maksudnya kurang apa*

Well, happy birthday to my self. Be happy and share happiness to everyone you love the most.

source : google image


Belajar Dari Mereka

Belajar Dari Mereka



Setiap anak nggak bisa memilih dari rahim siapa mereka dilahirkan. Kita juga nggak bisa memilih latar belakang keluarga kita. Tuhan sudah menentukan takdirnya tepat saat kita keluar dari rahim ibu, menangis kencang sebagai tanda permulaan hidup kita di dunia. Yah, kita bisa nggak bisa memilih rupa dan status sosial orang tua kita. Bagaimanapun, yang Allah berikan tentulah yang terbaik. 

Aku pribadi bersyukur banget lahir sebagai anak ibu Nur dan pak Syarif, dari kecil aku nggak pernah kekurangan kasih sayang, mungkin mereka bukan orangtua yang kaya raya tapi aku nggak pernah merasakan kelaparan hanya karena di dapur nggak ada makanan dan nggak ada uang untuk sekedar membeli beras. Pendidikanku, mainan, kendaraan, semua dapat mereka penuhi.
Memori Tentang Ayah

Memori Tentang Ayah


Kita memang tidak bisa memilih dari rahim siapa kita dilahirkan, orangtua mana yang membesarkan. Maka bersyukurlah aku dilahirkan menjadi anak mereka. Pun kalau sekiranya ada kesempatan memilih orangtua, maka aku akan tetap memilih mereka sebagai orangtua.

Nggak ada manusia yang sempurna termasuk orangtua kita. Termasuk papa. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, papa adalah orang yang paling aku banggakan. Aku nggak perlu super hero seperti superman, batman, atau iron man. Sosok papa sudah mewakili itu semua. 

Kebanyakan sosok ayah hanyalah menjadi tulang punggung keluarga dimana tugasnya mencari nafkah dan memastikan kebutuhan finansial keluarganya tercukupi. Untungnya papa memberikan aku memori tentang sosok ayah yang bukan hanya tempat untuk meminta uang jajan. 
Museum Kata Andrea Hirata

Museum Kata Andrea Hirata

Sebagai pekerja kantoran yang kerjanya Senin-Sabtu dari pagi sampai sore rasa jenuh pasti sering muncul (yang senasib mana suaranyaaaaaa?!!). Apalagi aku kerjanya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang dikelilingi tembok tinggi berwarna abu-abu. Mana nggak ada cowok kece lagi (kalau dibaca senior aku, dijitak deh nih). Jadi pengen banget liburan tapi ada beberapa hal yang masih perlu dikerjakan sehingga belum bisa ambil cuti (cailaaaah gayanya, padahal bilang aja duitnya belum ada).

Daripada berkeluh kesah gundah gulana gelisah merana, mending aku mengingat kembali serunya liburan ke Belitung Februari lalu (klik disini untuk cerita tentang Belitung). Selain pantai, ada satu destinasi wajib untuk para wisatawan yang berkunjung ke Tanjung Pandan ini. Kalau kalian pernah baca novel Laskar Pelangi yang kemudian difilmkan tersebut pasti tahu dengan penulisnya, Andrea Hirata. Nah di Belitung ada satu museum namanya "Museum Kata Andrea Hirata"

Rasa Nano-Nano Diklat Kesemaptaan 2015

Rasa Nano-Nano Diklat Kesemaptaan 2015




Aku baru aja selesai pendidikan dan latihan (diklat) kesamaptaan. Semacam diklat  wajib dari intansi tempat aku bekerja, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Rasanya diklat kesemaptaan itu kayak permen Nano-Nano, manis asam asin rame rasanya #Ngiklan.