√ 6 Persiapan Persalinan yang Sering Terlupakan - Duduk Paling Depan

6 Persiapan Persalinan yang Sering Terlupakan


Ketika hamil dulu pastinya saya sibuk mencari informasi persiapan apa yang harus dilakukan, untuk menyambut kelahiran hasil perbuatan saya dan suami yang bersenang-senang dalam kegelapan.  Kebanyakan buku dan juga blog menuliskan persiapan seputar perlengkapan pakaian dan alat-alat kebutuhan bayi lainnya seperti stroller, gendongan, dan lain-lain.

Hal tersebut memang benar, tapi setelah saya mengalami justru ada beberapa hal yang malah terlupakan padahal penting banget. Makanya saya coba tuliskan disini, semoga bisa membantu bumil-bumil agar lebih siap dalam menyambut si buah hati yang menggemaskan.

1.Persiapan Mental Jika Ada Hal yang Tidak Berjalan Sesuai Rencana

Misalnya pengalaman saya dulu, setiap check ke dokter kandungan, dokter selalu bilang bahwa kandungan saya baik-baik saja. Saya pun juga dalam keadaan sehat. Dari situ saya percaya diri bisa melahirkan dengan normal. Bahkan seminggu sebelum HPL saya kontrol lagi pun semua berjalan lancar.


Tapi kenyataanya H-1 HPL (Hari Perkiraan Lahir) belum juga ada tanda-tanda kontraksi, malah ketuban merembes terus. Besoknya saya ke dokter lagi, ternyata air ketuban tinggal sedikit. langsung disuruh rawat inap untuk Induksi dan kalau nggak kunjung bukaan lengkap juga maka saya harus Operasi Caesar.

Saya shock banget rasanya. Rasa percaya diri selama sembilan bulan kebelakang hancur begitu saja berganti kecemasan dan ketakutan. Mungkin gara-gara itu juga, induksi saya nggak berhasil setelah 14 jam dan harus menjalankan operasi.


Intinya selama hamil, ibu wajib mencari tahu berbagai kemungkinan. Walaupun memang kita berharapnya bisa persalinan normal tapi nggak ada salahnya mencari tahu apa itu operasi Caesar, gimana rasanya, gimana pemulihannya, dari browsing atau bertanya dengan orang yang berpengalaman. Sekalipun selama kontrol ke dokter kita baik-baik saja, setidaknya jika di detik-detik terakhir ada perubahan rencana sesuai kehendakNya, kita nggak akan kaget atau shock.

2. Meminta Suami Untuk Menjadi “Tameng”


Sebagai ibu baru pasti ada aja orang yang menganggap kita nggak tahu apa-apa dan memberi saran sesuai pengalaman mereka. Padahal bisa jadi saran tersebut sudah nggak relevan dengan ilmu pengetahuan sekarang. Misal mertua yang nyuruh memberi makan anak padahal umurnya masih di bawah  6 bulan, dan ASI masih mencukupi.

Mau nolak, tapi nggak enakan . Apalagi kalau kita tinggalnya memang bareng mertua. Untuk itu dari sebelum hamil ajak suami berkomunikasi dan meminta dia menjadi “tameng” terhadap orang-orang yang mungkin memberikan saran namun tidak sesuai dengan cara kita sendiri sebagai orang tua si anak.

Biasanya mertua bakalan dengerin kata anaknya sendiri dibanding menantunya. Jadi kita nggak perlu cekcok sama mertua. Intinya sama suami harus kompak. Jangan nanti malah suami nge-iya-iyain aja apa kata orang tuanya, akhirnya kita sakit hati sendirian.

Selain menjadi tameng, istri juga bisa meminta suami untuk menjadi supporter utama. Karena jadi ibu itu emang nggak gampang, ada masanya kita merasa menjadi orang terkuat di dunia karena berhasil hamil 9 bulan dan melewati proses persalinan dengan susah payah. Tapi ada masanya kita menjadi orang paling lemah saat ada orang lain berkomentar “ih kok anaknya kurus, ASInya dikit yah”.

Disaat-saat seperti itu suami yang harus memberikan support utama. Bukan hanya dengan kata-kata dan sentuhan fisik, tapi terjun langsung membantu mengurus anak atau mengurus rumah.

Kenapa harus dibicarakan sejak awal? Soalnya nggak semua laki-laki itu peka, kan. Ada yang dengan nalurinya mau membantu istri, ada juga yang nggak keberatan asal dibilangin tugasnya apa aja (ini suami gue nih), tapi ada juga yang udah dibilangin bebal juga tetap cuek (model begini nggak usah dikasih jatah *eh).

3. Riset Rumah Sakit

Penting banget untuk memilih rumah sakit yang pas dengan kita. Bukan hanya soal harga, tapi pelayanannya. Saya dulu mikir semua RS punya standar yang sama. Misalnya kakak saya juga melahirkan caesar, tapi IMD (Inisiasi Menyusui Dini) tetap dilakukan. Beberapa jam sekali bayi dibawa ke ruangan rawat inap ibu untuk disusui, karena kalau melahirkan caesar kaki nggak bisa digerakkan kurang lebih 24 jam dampak efek bius.

Nah pas giliran saya, kaget banget ternyata di RS tempat saya melahirkan itu nggak memperbolehkan bayi dibawa ke ruang rawat inap Ibu. Harus ibu yang ke ruang bayi. Sedangkan saya sendiri nggak bisa gerak karena obat biusnya masih ada sampai 24 jam.

Nyesek banget rasanya, hamil hampir 10 bulan, pas melahirkan cuma lihat anak beberapa detik terus nggak bisa lihat lagi seharian. Stres banget saya, sempat nangis, ASI nggak lancar, akhirnya di hari pertama Mukhlas harus minum sufor.

Kapok. Nggak lagi-lagi melahirkan di RS tersebut.

Jadi buat bumil, pas riset rumah sakit hal ini bisa jadi bahan pertimbangan ya.

4.Mempersiapkan Dana Darurat/Dana Cadangan


Pas hamil memang pasangan harus gencar menabung. Karena kebutuhan anak bukan pas persalinan dan perlengkapan pakaiannya aja.

Ada beberapa hal yang membuat pengeluaran jadi membengkak atau di luar rencana. Misalnya yang awalnya niat lahiran di Bidan, tapi ada indikasi yang menyebabkan harus dirujuk ke RS untuk operasi, tentu biayanya lebih besar.

Meski ada asuransi atau BPJS, bisa jadi kita nggak nyaman dengan kelas kamar yang sesuai premi sehingga naik kelas kamar dan ada biaya tambahan lagi. Jangan lupa juga pasca persalinan banyak tamu ke rumah, tentu harus dijamu dengan minuman dan makanan kecil. Memang nggak besar, tapi bayangin sebulan berturut-turut ada aja tamu. Kalau diakumulasikan lumayan juga, kan.

Belum lagi kontrol dokter pasca persalinan, atau anak sakit sehingga kita bolak balik dokter. Intinya memang harus ada dana cadangan untuk mengcover hal-hal yang tak terduga. Dana ini diluar biaya keperluan perlengkapan anak ya.

5.  Persiapan Mengatasi Rasa Panik

Anak tiba-tiba demam, kenapa ya? Apa yang harus dilakukan? Ortu nyuruh ngasih anak makan padahal umurnya belum cukup 6 bulan? Ikutin nggak ya? Bayi nangis terus semalaman, ada apa ya? ASI di hari pertama dan kedua belum keluar, apa yang harus aku lakukan?

Rasa panik sebagai ibu baru yang belum pengalaman sebelumnya tentu ada. Tapi hal tersebut bisa diminimalisir dengan banyak mencari informasi sedari hamil. Dengan baca-baca literatur, nonton video seminar dokter anak, konsultasi langsung dengan dokter, ngobrol dengan orang yang berpengalaman, dan lain-lain.

Walau belum pengalaman, dengan ilmu setidaknya nggak bakal nge-blank banget saat ada kejadian yang nggak diinginkan terjadi.  Minimal otak akan memanggil memori yang pernah kita baca/dengar dan memberikan reaksi apa yang harus dilakukan.

Dengan ilmu juga, kita bisa menangkis mitos-mitos dan omongan orang sekitar yang nggak sesuai dengan prinsip dan standar kesehatan.

Baca juga : Mematakan Mitos Seputar Menyusui

Saya pernah baca cuitan seorang dokter di Twitter, waktu itu sempat viral juga. Ada ibu muda yang panik bawa anaknya yang demam 40 derajat Celcius lebih. Pas ditanya dokter tersebut anaknya sudah dikasih obat atau penanganan apa, si ibu jawab kalau nggak dikasih obat apa-apa, tapi malah mengecilkan volume AC dan mengarahkan kipas angin pada anak supaya demamnya cepat turun. Bukannya demam sembuh, si anak malah kejang-kejang.

See? Hal itu terjadi tentu karena minimnya ilmu dan informasi.

Thread twitter dokter tersebut bisa dibaca disini.

6. Belajar Tidak Membanding-bandingkan Diri Sendiri dan Anak Sedari Dini


Ketika anak sudah lahir, justru tantangan dan petualangan baru dimulai. Biasanya ibu-ibu akan mencari komunitas yang bisa memberikan support system, baik offline ataupun online. Hal itu memang baik untuk bertukar ilmu dan update informasi. Tapi jadi buruk disaat kita bertemu atau melihat anak-anak orang lain yang tampak lebih dari anak sendiri hati langsung gelisah dan sibuk mmbandingkan.

“Anakku dan anak dia umurnya sama, kok anaknya lebih berisi ya badannya? Jangan-jangan ASIku emang nggak bagus, jangan-jangan cara aku ngasih MPASI Salah, jangan-jangan aku masakanku memang nggak enak jadi anakku nggak mau makan”.

Ujung-ujungnya jadi menyalahkan diri sendiri, stres, baby blues, atau bahkan depresi.

Hal itu banyak terjadi, dan saya sendiripun pernah mengalaminya.

Pada akhirnya saya berhenti untuk membandingkan anak saya dengan orang lain, dan berhenti membandingkan diri sendiri dengan ibu-ibu lain. Jika ada ilmu baru yang saya dapat, cukup itu patokan untuk menjadi evaluasi terhadap pola asuh saya pada anak. Bukan berpatokan pada tumbuh kembang anak lain, atau cara ibu-ibu lain mengasuh anaknya.

Menjadi ibu itu emang nggak gampang, bisa dibilang berat. Jadi kita nggak perlu nambah-nambahin beban dengan membanding-bandingkan dengan orang lain.

Hal ini harus diketahui bumil dari awal, untuk meminimalisir dampak baby blues atau post partum syndrome.
***

Demikian 6 persiapan persalinan yang sering terlupakan. Semoga bermanfaat untuk bumil-bumil dimanapun berada. Nggak ada ibu yang sempurna memang, tapi kita bisa menjadi yang terbaik versi kita sendiri dengan terus mengisi kekosongan gelas dengan air pengetahuan.


Get notifications from this blog

14 comments

  1. Hai mba, pengalaman lahiran anak pertama dan kedua sungguh berbeda karena anak kedua sudah punya pengalaman step by step dan tentunya lebih prepare. Salam kenal ya.

    ReplyDelete
  2. waktu hamil pertama iya beberapa ada yang terlupakan mba hihihi belum pengalaman, tapi pas hamil selanjutnya sudah mantap semua persiapannya. Thanks sharingnya ya mba

    ReplyDelete
  3. Pas lahiran anak pertama memang ke 6 itulah yg sering saya lupakan bahkan disepelein padahal semuanya penting bgt apalagi persiapan mental, mau punya anak kedua atau ketiga pun mental hrus lebih kuat lagi

    ReplyDelete
  4. Duh yang poin pertama ngena banget karena memang mengalami ): saya juga udah plan untuk lahiran normal, sampai udah ke dokter mata juga untuk memastikan minus saya nggak mengganggu proses persalinan nanti. Sampai di harinya, udah ngejan 30 menit nggak keluar-keluar, dokter langsung memutuskan untuk emergency caesar. Saya panik karena nggak menyiapkan mental untuk operasi, bahkan prosedur operasi aja saya burem, pemulihannya pun ternyata cukup sakit. Tapi ya sudahlah, toh anak sehat, saya juga selamat. Semuanya aman. Terima kasih banget Mba sharing-nya. Mudah-mudahan membantu calon ibu baru yang persiapan lahiran (:

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama mbak, saya juga gitu huhuhu. Mewek dulu sebelum masuk ruang operasi. Tapi dijalani juga. Makanya bikin tulisan ini agar ibu-ibu lain bisa lebih prepare.

      Delete
  5. Setuju banget sama semua poin-poinnya Mbak Enny. Terutama yang poin kedua. Suami jadi tameng banget, saat persalinan bantuin pandu napas. Dan setelah persalinan, jadi satpam buat ngatur jadwal yang pada jenguk-jenguk, hihihi....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener mbak, harus ada rasa tega untuk menolak tamu atau janjian dulu soalnya gimanapun juga ibu melahirkan butuh istirahat.

      Delete
  6. Banyak juga ya persiapannya. Saya yang belum nikah aja jadi ngebayangin sampai ke sana. Gimana kalau entar mau lahiran, kayaknya rasa panik pas mau lahiran atau takut itu yang paling saya pikirin....juga kalau si bayi lahir trus dia demam atau apa, rasanya pasti bingung banget ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. rasa bingungya bisa diminimalisir dengan memperkaya informasi mbak. :D

      Delete
  7. Mbaaaak, andai dulu aku baca ini sebelum melahirkan, pasti bakalan meminimalisir baby bluesku. Huhuhu. Aku malah sibuk sama persiapan yang umum kayak beli perlengkapan bayi, dan dana melahirkan. Lupa sama mental diri sendiri dan kaget waktu anak sudah lahir.

    ReplyDelete
  8. Bicara dengan suami tentang bagaimana membesarkan anak kita nanti saat udah lahir emang penting banget mba, jadi kalo kita udah klop sama suami kita tak perlu mendengarkan bisikan yang gak baik dari luar

    ReplyDelete
  9. Dana cadangan itu bener-bener mesti disiapkan memang. Saya dulu mempersiapkan dana untuk aqiqah. Eh,karena janin sungsang akhirnya biaya membengkak. Jadi dana aqiqah itu yang kepake.

    ReplyDelete
  10. Nah, item 5 itu, aku alami sendiri!

    Saat bayiku berusia 2 minggu, kena pilek. Padahal suami sudah beberapa kali menyedot cairan/lendir dari hidung.

    Suatu malam doi seperti sesak nafas, wajahnya hampir biru. Aku dan suami panik banget! Aku bahkan sempat blank, don't know what to say and to do!

    Untunglah akal sehat segera kembali, lalu terpikir untuk membawa doi ke dokter spesialis anak.

    Meski kami tahu biayanya pasti mahal, namun saat itu prioritas adalah membawa doi segera. Dokter langsung melakukan pemeriksaan dan pertolongan.

    Aku sudah lupa tindakan yang diberikan (karena hampir 18 tahun yang lalu kejadiannya). Yang aku ingat sepertinya menyedot cairan dari hidung juga dan memberi obat oral.

    Itulah kenapa penting banget membekali diri mengatasi rasa panik ya, mba

    ... karena dalam keadaan darurat setiap detik adalah krusial!

    ReplyDelete