√ Surat Untuk Amira - Duduk Paling Depan

Surat Untuk Amira





Terkadang cinta bisa mati ditikam jarak. Namun cinta masih bisa menyisakan akarnya. Saat waktunya tiba akar cinta tersebut masih bisa menumbuhkan tunasnya. Tergantung si pemilik hati untuk memilih mencabutnya tuntas hingga ke akar atau membiarkannya tumbuh dan menjalar.”

Amira menghidupkan laptopnya dan mencolokkan modem. Setelah seharian berkutat dengan tugas aljabar linear Amira merasa perlu bersantai dengan berselancar di dunia maya. Amira memberikan bonus kepada dirinya sendiri untuk begadang malam ini ditemani dengan koneksi internet karena telah berhasil menyelesaikan begitu banyak soal yang diberikan dosennya.

Amira terkejut ketika melihat membuka inbox di akun facebooknya. 

“hei, Amira. Apa kabar? Udah lama ya nggak ketemu. Aku lihat facebook kamu, kamu sekarang keren banget ya. Udah jadi mahasiswa sekaligus aktivis di berbagai komunitas sosial. Sukses yaaa! Salam dari sahabat lamamu :)

Amira membaca pesan tersebut berulang-ulang. Pesan itu dari Arya. Kalau saja Arya bukan sosok yang berarti di masa lalu Amira, pesan itu akan terasa biasa saja. Amira membawa kembali ingatannya untuk mengingat kenangan beberapa tahun lalu.
***
Kita mau kemana, Ran?” Sore itu Amira dijemput sahabatnya Randi yang katanya minta ditemani ke suatu tempat.

Ke pameran lukisan. Ada karya sahabat gue juga disana”. Randi menjawab sambil memberikan helm ke Amira dan mereka berdua melesat menggunakan motor CS-1 kebanggaan Randi.

Sesampainya di tempat pameran lukisan, Amira tersenyum senang. Amira suka segala sesuatu yang berbau seni. Meskipun dia menyadari bahwa dia sama sekali nggak punya bakat seni, namun Amira tetap mengaku sebagai seorang pencinta dan penikmat seni.

Wiih bagus-bagus banget lukisannya” Amira terkagum-kagum melihat karya-karya seni rupa yang dipajang berjejer di ruangan tersebut. Namun ada satu lukisan yang begitu menarik minat Amira. Sebuah lukisan yang menggambarkan seorang ibu hamil yang sedang mengelus perutnya. Di dalam perut ibu tersebut juga terlukis seorang bayi yang sedang tertidur pulas. Wajah bayi tersebut nampak begitu damai. 

Randi yang juga melihat lukisan tersebut segera memperhatikan nama si pelukis yang tertera dibawahnya.
Nah, ini bikinan temen gue nih!” 

“Hei, Ran. Datang juga lo” ada suara yang menyapa Randi dari  belakang. Randi berbalik dan langsung menyalami dan memeluk si pemilik suara.

Arya! Selamat ya. Keren banget lukisan lo bisa ikut pameran tingkat provinsi gini. Sejajar pula sama maestro-maestro yang udah senior padahal lo masih SMA

Thanks, bro. Iya nih diajak sama guru sanggar lukis gue juga sih

Oh ya kenalin, ini temen gue namanya Amira. Nah Amira, ini Arya sahabat gue dari SMP. Nah Arya, si Amira ini temen deket gue di SMA. Sayang sih kita nggak satu sekolah lagi”. Amira mengulurkan tangan, menyebutkan nama dan tersenyum manis kepada pelukis muda di depannya yang ternyata adalah sahabat dari sahabatnya.

Sore itu mereka bertiga habiskan dengan banyak bertukar cerita dan berdiskusi soal lukisan. Terutama Amira, dia banyak bertanya dan Arya banyak menjawab. Amira kagum dengan Arya yang benar-benar menyadari bakatnya dan memutuskan untuk hidup sesuai dengan passionnya. 

Rasa kagum Amira hari itu dikemudian hari berubah menjadi cinta. 

***
Semenjak pertemuan itu Amira mulai banyak mencari tahu tentang Arya. Tentu saja dengan memaksa Randi menceritakan banyak hal tentang sahabatnya itu. Randi hanya tertawa geli melihat Amira yang biasanya cuek terhadap cowok sekarang justru sedang jatuh cinta dan selalu bersemangat ketika membahas tentang Arya. 

Amira selalu berusaha menciptakan kesempatan untuk bisa lebih dekat dengan Arya. Misalnya dengan berpura-pura ada tugas melukis dari guru kesenian dan minta diajarin Arya. Amira juga beberapa kali meminta Arya membuatkan lukisan yang katanya akan dipajang di dinding kamarnya. Selain itu Amira juga sering memberikan informasi kepada Arya jika ada lomba seni rupa atau kesempatan mengikuti pameran. 

Semua yang dilakukan Amira adalah caranya untuk menunjukkan bahwa dia mengagumi Arya. Bahkan kagum itu telah berubah menjadi cinta karena sosok Arya benar-benar membuat Amira jatuh hati. Bagi Amira, Arya adalah karya seni Tuhan paling indah yang pernah ditemuinya.

Sayangnya apapun yang dilakukan Amira tidak memberikan kesan apapun di mata Arya. Sosok Arya yang cuek dan santai hanya menganggap Amira sebagai teman dari sahabatnya yang menyukai lukisan-lukisannya. Meski begitu Arya mampu menangkap sinyal yang diberikan Amira. Sayangnya mimpinya sebagai pelukis besar membuatnya tidak berfikiran seperti remaja kebanyakan yang terlena pada roman picisan.

Waktu terus berlalu, Amira dan Arya kini sudah menyelesaikan tingkat Sekolah Menengah Atas. Sudah kurang lebih dua tahun Amira mengenal Arya semenjak pertemuan pertama mereka. Tidak ada yang berubah. Arya tetap sibuk dengan dunianya, Amira tetap berusaha bisa menjadi bagian dari dunia Arya. 

Suatu sore Amira yang kali ini bersama Randi berkunjung ke galeri lukis Arya. Ada yang berbeda kali itu. Ruang lukis Arya terlihat lebih rapi. Tidak terlihat kanvas-kanvas dan kuas yang berserakan seperti biasanya. Bahkan lukisan yang biasanya banyak terpajang kini hanya tinggal beberapa jumlahnya.

hai Bro. Tumben nih galeri lo rapi.” Randi menyapa Arya yang memang tampak sedang membereskan ruangan tersebut.

Iya, soalnya galeri ini nggak dipakek lagi. Mungkin mau gue hibahkan ke temen gue yang suka ngelukis juga. Beberapa lukisan disini juga mau gue bawa ke Jakarta”

“Jakarta? Memang kamu mau ada pameran disana?” Amira tidak tahan untuk tidak bertanya.

Gue mau ngelanjutin kuliah disana. Di salah satu kampus seni di Jakarta. Yah, itu akan jadi bagian dari proses mengejar cita-cita. Do’ain ya”.

Jawaban Arya membuat Amira terdiam. Randi memberikan support untuk Arya dan membantunya membereskan galeri. Bahkan sampai Randi mengantar Amira pulang ke rumah, tidak ada satu katapun keluar dari mulut Amira.
***
Tiba hari keberangkatan Arya ke Jakarta. Randi dan Amira turut mengantar sampai ke Bandara. Amira memberikan bingkisan untuk Arya yang di dalamnya ada makanan kecil dan sebuah CD (Compact Disk) yang berisi video buatan Amira. Video slide foto-foto Arya yang selama ini diambil diam-diam oleh Amira yang disisipi soundtrack musikalisasi puisi karya Amira.

jika bersuara adalah satu-satunya cara mengungkapkan cinta maka aku telah menjelma menjadi tuna wicara. Jika si bisu ini jatuh cinta, puisi-puisinya lah yang akan berbicara”. Amira berharap video tersebut akan membantu mengungkapkan apa yang dirasakannya selama ini.

so you’re leaving on a jet plane, don’t know when you’ll be back again” Amira menyanyi lirih sambil menatap pesawat Arya yang mulai meninggalkan bandara. Randi tertawa melihat sikap sahabatnya itu. Semenjak kenal Arya, Amira memang jadi lebih ekspresif dalam menggambarkan perasaannya. Kadang dia bisa begitu bersemangat menceritakan kedekatannya dengan Arya, tapi dia bisa galau saat Arya selalu cuek dan dingin. Sekarang malah mata Amira terlihat berkaca-kaca.

Cinta kini meninggalkan jejaknya.
***

Semenjak hari itu Arya bagaikan ditelan kesibukan Jakarta, dia  tak berkabar sama sekali. Amira sudah berusaha menghubungi Arya, namun Amira harus puas telponnya selalu disambut sapaan operator. Facebook dan twitter Arya pun bagai kuburan yang lama tak diziarahi. 

            “Jika cinta mampu membuatku menunggu tanpa alasan, mungkin harapan adalah satu-satunya kekuatan untuk bertahan. Jika cinta ini tak mampu bersuara, tidakkah puisi-puisi yang kukirimkan melalui bisikan angin itu sampai ke tempatmu?. Jika rindu terus menggebu, maka mendo’akanmu adalah caraku menghabiskan waktu”. Amira berhenti menulis dan menghela nafas. Haruskah cinta pertamanya berakhir dengan ketidakjelasan?

`           Waktu terus berjalan, pelan tapi pasti Amira mulai melupakan Arya. Dia menyibukkan diri dengan aktivitas kuliah dan berbagai komunitas sosial yang diikutinya. Hari-hari yang dilalui Amira kini sudah tanpa ada rasa galau mengingat Arya. Sampai pada malam ini, entah ada angin apa yang membuat Arya mengirimkan pesan ke akun facebook Amira.

Puas mengingat masa lalunya, Amira mulai mengetik balasan untuk Arya.

     “hai, kabar aku baik.Kamu gimana? Sukses dong jadi pelukis besar disana?

Nggak butuh waktu lama untuk Amira menunggu balasan.

     “belum, masih panjang prosesnya untuk jadi pelukis ternama. Jadi komunitas kamu gimana disana?”

Akhirnya malam itu Amira dan Arya banyak bertukar cerita. Sampai dini hari dan ngantuk tak tertahankan barulah Amira menyudahi obrolan mereka. Malam itu Amira berasa seperti mimpi. Entah apa skenario yang diciptakan semesta sehingga Arya kembali datang menyapa.

***
Kini tiada hari yang dilewatkan Amira tanpa pesan dan bbm dari Arya. Arya yang sekarang sudah banyak berubah dari Arya yang dulu. Dulu Arya begitu cuek dan dingin. Sekarang Arya lebih ramah, lebih perhatian. Banyak  kalimat-kalimat Arya yang mampu membuat Amira senyum-senyum sendiri. Arya kini bukan hanya mampu mencuri hati Amira namun juga bisa menghilangkan kewarasannya.

Amira, kapan dong kamu ke Jakarta? Aku kangen tauk pengen ketemu kamu” Amira kaget dengan bbm dari Arya siang itu.
 
”rencananya tahun ini aku memang pengen liburan kesana kok. Soalnya aku pengen banget ke planetarium. Aku kan suka langit, awan, bulan dan bintang. Aku juga pengen nonton konser band indie Payung Teduh” 

“Nanti kalau kamu kesini aku temenin deh ke planetarium dan nonton Payung Teduh. Trus misalnya kalau aku ajak kamu ngedate, kamu mau kemana?”

“ih kenapa tiba-tiba nanyanya gitu? Eum.. aku pengen ke tempat yang langitnya bagus. Karena cukup dengan memandang langit aja aku bisa ngerasa tenang dan bahagia.”

“Oh, gitu. :)”.
BBM dari Arya hari itu sukses bikin Amira lebih banyak senyum-senyum sendiri bak orang gila.
***
Anehnya setelah dua minggu Arya datang lagi dalam kehidupan Amira, Arya tiba-tiba menghilang. Entah kenapa Arya nggak pernah lagi menghubunginya. Amira sudah mencoba mengirim bbm, namun selalu gagal. Menelponnya, nggak pernah aktif. Pesan di facebookpun nggak pernah dibalas dan Arya nggak pernah lagi memperbaharui status apapun di facebook dan twitternya.

Amira kesal, kecewa, bingung dan marah rasanya. Apa mungkin Arya sengaja menghubunginya kembali hanya untuk memberikannya kata-kata manis dan harapan palsu? Kenapa dia tiba-tiba menghilang?

***
Sebulan kemudian Amira baru mendapatkan jawaban dari semua pertanyaannya. Randi yang juga kuliah di Jakarta pulang karena liburan semester langsung menemui Amira di rumahnya dengan membawa sepucuk surat dengan tulisan “Surat untuk Amira” di amplopnya.

Amira, setelah kamu membaca surat ini aku harap kamu mau memaafkan aku dengan seikhlas-ikhlasnya.

Aku minta maaf atas Arya yang dulu. Arya yang begitu dingin dan cuek padahal kamu selalu bersemangat memberikan support dan mengatakan aku pasti bisa kelak jadi pelukis hebat.

Aku minta maaf karena tidak pernah membalas pesan-pesan yang kamu kirimkan ketika aku memulai kehidupan baru di Jakarta. Aku terlalu ambisius dan berusaha fokus dengan cita-citaku.

Aku menyukai video dan puisi yang kamu buat untukku waktu itu. Kamu tahu Amira, suara bukan satu-satunya cara cinta berbicara. Jika waktu bisa diputar ulang, aku akan menjadi pendengar setia dari gadis yang membacakan puisi dengan hatinya.

Aku juga minta maaf mungkin telah membuatmu kesal dan bingung karena tiba-tiba menghilang padahal sebelumnya kita sudah saling bertukar cerita hampir setiap hari.

Aku mengidap penyakit Systemic lupus erythematosus. Aneh ya nama penyakitnya, kamu bisa googling tentang penyakit itu. Selama aku dirawat di rumah sakit, aku nggak bisa banyak beraktivitas dan aku harus meninggalkan aktivitas yang paling aku suka, melukis.

Aku nggak sengaja kembali menemukan video yang pernah kamu buat. Video itu justru menyadarkan aku bahwa dari dulu aku punya supporter terbaik dalam hidup. Kamu ingat kamu pernah bilang bahwa aku harus ambil setiap kesempatan yang membawa aku semakin dekat dengan mimpiku. Aku menyerap saranmu dengan baik itulah makanya aku memilih pindah dan meneruskan kuliah di Jakarta.

Amira, meski obrolan kita hanya via chatting setidaknya memberikanku semangat dalam menjalankan terapi di rumah sakit. Kamu begitu manis, begitu perhatian. Terimakasih, Amira.

Amira, maafkan aku.

Maaf karena telah mengabaikan ketulusan dari sebuah perasaan.

Maaf karena mewariskan ketidakjelasan dan kegamangan.

Maafkan aku yang gagal menepati janji untuk menemanimu ke planetarium dan menonton konser Payung Teduh. Maafkan aku nggak bisa membawamu ke tempat yang langitnya indah seperti yang kamu inginkan. Namun setidaknya aku tetap mampu membuatmu bahagia ketika kamu menatap langit. Setelah kamu membaca surat ini, aku sudah menjadi bagian dari langit. Seperti yang kamu bilang dengan memandang langit kamu akan merasa tenang dan bahagia. Kini aku bahagia bisa menjadi bagian dari hal yang mampu membuatmu bahagia. 

Setelah semua penjelasanku ini apakah kamu memaafkanku, Amira?

Salam, Arya Pratama.
-selesai-



Cerpen dari seorang penulis amatiran, mohon saran dan kritik.
:)

Get notifications from this blog

4 comments

  1. bagus, mbak..
    tapi alurnya seperti loncat-loncat (buru-buru), atau memang sengaja dibuat begitu?
    memang agak sulit bikin cerpen yang kompleks, tapi kan kita bisa terus belajar :D

    ReplyDelete
  2. setelah baca tulisan ein, ak jdi pengen nulis lagi :') udah lamo rasonyo meninggalkan jejak tulisan di blog :(
    ceritany bgus ein, tpi kurang greget bae, kurang ado konflik dstu.. haha,:D , nah endingnya jg lmyan bikin dedeg sedihhh :( huhuhu.
    maaf y ein, ini jg kritik dr seorang amatiran kok :D wahhaha

    ReplyDelete
  3. Keren kak, setuju sama komen sebelumnya. Kelihatan terburu buru. BTW suka kata2 nya “jika bersuara adalah satu-satunya cara mengungkapkan cinta maka aku telah menjelma menjadi tuna wicara. Jika si bisu ini jatuh cinta, puisi-puisinya lah yang akan berbicara”.

    ReplyDelete
  4. Dari komen-komen kalian semua benar-benar jadi masukan yang baik untuk aku dan lebih semangat nulis, makasih yaaa ^_^

    ReplyDelete